Pagi yang cerah, burung-burung
berkicau dengan riang, seakan-akan mewakili perasaanku saat ini. Ya, Aku sangat
senang. Hari ini adalah hari kepulanganku kembali ke Bandung. Aku sudah tak
sabar ingin bertemu kembali dengan sahabat masa kecilku. Vito… sahabatku yang
telah berpisah denganku sejak 10 tahun yang lalu
“ Udah, Pia kamu jangan nangis ya?”
“ Kita-kan masih bisa telpon-telponan
kalo kamu udah nyampe di Jakara !” Kata Vito kecil seraya mengusap air mata
yang membasahi pipiku dengan tangan kecilnya. Entah mengapa saat itu aku merasa
tenang.
“ Pia sedih karena kita akan berpisah,
hiks.. hiks… Nanti siapa yang bakal ngejagain Pia kalo ada anak jahil yang
ganggu Pia.“ Kataku sambil terisak-isak
“ Vito juga gak senang kalo harus jauh
dari Pia. Pia sahabatku yang paling kusayang.” Katanya sambil terus menghiburku.
Berharap aku segera menghentikan tangisanku. “Boneka ini yang akan menggantikan
Aku menjaga Pia disana, Jangan nangis ya?”
Sebuah boneka beruang coklat
diserahkan kepangkuannku. Pita merah melingkar dileher boneka itu. Teddy..
Boneka yang Lucu. Aku langsung memeluk boneka itu dengan erat. Tangisanku
terhenti seketika.
“Pia akan selalu membawa boneka ini
kemanapun Pia pergi. Makasih ya Vito.”
Disaat yang bersamaan mama dan mamanya
Vito datang menghampiri kami. “Pia, ayuh nak! Waktunya berangkat !” mama
memanggilku. Saatnya berpisah dengan Vito.
“T..tapi ma, Pia nggak mau. Vito ikut
aja ya dengan kita ke Jakarta?” Rengekan yang kuharap dikabulkan oleh mama.
Kutarik-tarik tangan mama.
“Nggak bisa sayang, Vito punya
keluarga disini.”
“Nanti Vito pasti akan sering hubungin
Pia, Iya-kan Vito?” Bujuk mama lalu berbalik ke arah Vito menunggu jawaban
Vito. Vito yang sejak tadi berdiri di belakang mama segera mengiyakan
permintaan mama. ”Itu pasti tante!”
Papa Telah selesai menyiapkan mobil.
Mama pamit pada keluarga Vito. Aku sudah tak sanggup lagi menahan air mata. Aku
merasa seperti dua orang dewasa yang akan berpisah ribuan tahu, padahal waktu
umur kami baru 7 tahun. Sebuah kecupan manis mendarat di pipiku mengantar
kepergianku. Mobil-pun perlahan-lahan bergerak menjauh. Meninggalkan kampung
halamanku, kenangan… dan meninggalkan sosok yang selama ini membuatku selalu
tersenyum…
“Tok..tok..tok…!!!”
Terdengar suara ketukan dari pintu
kamarku kemudian perlahan-lahan pintu terbuka . Dari balik pintu mama terlihat
tersenyum.
“Lho… kok belum siap-siap. Kamu
berangkat jam berapa sayang?” Suara mama membuyarkan lamunanku. Menghentikan
putaran memori yang menari-nari kembali karena rasa rindu yang amat mendalam
akan kenangan itu.
“Bentar lagi ma. Pia udah nyiapin
semuanya kok!!” Kataku sambil menyeka sisa-sisa butiran air yang tak sengaja
menetes dan menempel dipipiku.
“M..mama pasti akan sangat
merindukanmu, sayang?!”
“Oia, Jadi kamu tinggal nge-kos?
Kenapa kamu nggak tinggal dirumah Tente Fira aja sih, mama khawatir sama kamu?”
Beberapa hari yang lalu tante Fira, teman
mama di Bandung, menelpon mama dan menawarkan tempat tinggal buat aku. Tapi aku
bilang sama mama untuk tinggal sendiri saja. Aku nggak mau ngerepotin orang
lain. Aku Cuma minta tolong buat dicarikan tempat kos yang bagus yang dekat
dengan sekolah baruku nanti. Tante Fira sudah berbaik hati mencarikannya
untukku.
“Udah, mama gak usah ngawatirin Pia.
Pia kan udah gede, Pia pasti bisa jaga diri”
Mudah-mudahan kata2ku itu bisa sedikit
mengibur dan melegakan hati mama yang terlihat begitu sedih akan ditinggal
putri semata wayangnya ini.
Dalam hati terbersit rasa bersalah.
Sebenarnya aku gak tega ninggalin mama, tapi keinginan untuk bertemu Vito
kembali begitu kuat, mengalahkan segalanya. Akhirnya dengan berat hati mama
melepas kepergianku.
“ Pia berangkat ya, Ma !” Kataku seraya
memeluk mama tercinta. Mama menitikkan air mata. Berat melepas kepergianku.
“ Hati- hati Pia. Jaga diri baik-
baik.” Pesan mama sebelum aku menaiki kendaraan yang akan mengangkutku ke
Bandung. Aku diantar mang Maman supir Pribadi keluarga kami. Supir yang sudah
mengabdi di keluarga kami sejak kami pindah ke Jakarta beberapa tahun silam.
Aku berangkat dengan perasaan sedih
sekaligus senang. Sedih ninggalin mama tercinta, tetapi senang karena
membayangkan akan bertemu dengan Vito-ku kembali.
Kini aku sudah berada di Bandung. Aku
tinggal di tempat kos putri yang jaraknya tidak jauh dari SMU-ku. Cukup naik
bis 5 menit dan sampailah aku di SMU Bina Mulya. Tante Fira memang pintar
mencari hunian nyaman buat aku. Thankz tante. Disana aku betah karena penghuni
kos semuanya ramah- ramah.
Aku sekamar dengan May yang juga satu
SMU dengan aku. Kamarnya cukup luas buat dihuni kami berdua. May sudah menghuni
kamar ini lebih dulu. Cewek manis berambut hitam dan berkacamata itu sudah
tinggal sebulan lebih. Belakangan kutahu dia ternyata orang Bandung asli. Semua
keluarganya ternyata ada di kota yang sama,Bandung. Hidup sendiri di kos bagian
dari usahanya untuk belajar mandiri katanya saat kutanya alasannya tinggal
pisah dari ortunya. Dia sangat pintar menata kamar itu. Wallpaper untuk dinding
yang dipilihnya sangat pas. Nuansa coklat dan warna- warna pastel membuatku
sangat nyaman menghuni kamar yang akan menjadi istanaku buat saat ini dan
beberapa bulan kedepan.
Sebenarnya di kos-kosan ini Cuma kami
berdua yang masih SMU, yang lain udah pada kuliah, itulah sebabnya ibu kos
menempatkan aku di kamar May. Biar lebih akrab dan gampang beradaptasi katanya.
Ibu kos-ku, yang ternyata kutahu teman mama juga, baik banget. Pilihan yang
tepat menempatkanku di kamar May. She’s nice girl dan I like her.
Hari pertama masuk sekolah sangat
menyenangkan, tapi sedikit ada insiden kecil saat aku memasuki gerbang sekolah.
Langkah pertamaku yang harusnya indah di kehidupan baru SMU tercemar karena
insiden memalukan itu. Aku bertabrakan dengan seorang cowok. Agak aneh sich
karena dia ke sekolah dengan skateboard dijaman serba canggih kayak gini.
Orang-orang biasanya ke sekolah naik mobil atau motor biar lebih nyaman, eh…
dia malah pake papan luncur beroda yang ribet. Saat dia meluncur dengan
skateboardnya, tiba- tiba…
“Hey…! Awaaasss ! minggir dong !”
“Woi…ka..muuu!!!” Dia bergerak tak
terkendali ke arahku. Belum sempat Aku bereaksi dan…
“Bruuukk!!!!”
Dia menabrak tubuh mungilku. Aku
spontan kaget dan terjerembab di tengah lapangan. Setengah sadar kurasa berat
seperti tertimpa sesuatu. Cowok itu, terjatuh dan menindih tubuhku. Sejenak
mata kamu beradu. Mata bulatnya, mengingatkanku pada seseorang. Rasanya damai
walau hanya dengan menatap matanya. Aku seperti terhipnotis. Aku terpesona
mengagumi karya tuhan yang di anugrahkan pada cowok itu.
“Eh, S..sorry!!” cowok itu bangkit
saat menyadari keadaanku yang kesakitan karena ditindih oleh tubuh atletisnya.
Cowok itu mengulurkan tangannya bermaksud untuk membantuku berdiri.
“ Ada yang luka gak?” Katanya lagi.
“Gak apa-apa kok!” Kataku sambil membersihkan
kotoran yang menempel di seragamku. Aku merasa sedikit sakit di bagian lutut kananku.
Kelihatannya lututku sedikit lecet akibat jatuh tadi.
Cowok itu membantu memungut
barang-barangku yang berserakan di lapangan. Dia tertegun sejenak melihat
boneka beruangku-pemeberian Vito yang selalu kubawa kemanapun aku pergi- yang
ikut jatuh juga sesaat sebelum dia memberikannya padaku. Mungkin dia merasa
aneh melihat cewek segede aku masih main boneka. Namun bagiku, itu bukan hanya
sekedar boneka biasa. Aku menjaganya lebih dari nyawaku sendiri.
“Mm..Lo anak baru ya disini? Kenalin
gue Arvi” Ucapnya lalu mengulurkan tangannya sekali lagi bermaksud untuk
berkenalan.
“Gue Pia, baru pindah dari Jakarta.”
Kataku
Kusambut uluran tangannya sambil
tersenyum. Sejenak cowok itu kembali tertegun memandangku dengan tatapan kaget
dan heran.
“Hey…! Hellow?! Kulambaikan tanganku
di depan wajahnya sekedar untuk membuyarkan lamunannya yang sedikit membuatku
risih. Ada apa dengannya? Tanyaku dalam hati.
Dari arah gerbang May muncul dengan
berlari- lari kecil dia menghampiri kami.
“Pia,..Pia…Lo gak apa-apa?”
“Gue minta maaf ya Gak nemenin kamu
masuk. Kalo tau gini gue pasti gak nyuruh Lo masuk duluan!” Kata May yang
kelihatan sangat panik. Ia sibuk memeriksa tubuhku apa luka atau tidak. Kasihan
temanku yang satu ini. Saking paniknya mukanya malah terlihat pucat dari aku
padahal yang jatuh disini Aku bukan dia. Tapi malah dia yang terlihat kurang
baik.
“Udah May, gue gak apa-apa kok!”kataku
sambil terus memandangi Arvi
“Kalo Gitu masuk aja yuukk!!
May menarik tanganku, pergi
meninggalkan Arvi yang terpaku di tengah lapangan bersama skateboard yang
dipegang di tangan kanannya.
Siang ini udara sangat panas. Aku
berjalan sendiri menuju halte bis. Kuseret kakiku selangkah demi selangkah
sambil memperhatikan aspal jalan yang terlihat baru. Jalan itu baru diperbaiki
2 hari yang lalu sehingga nampak masih
dalam kondisi baik tanpa bolongan sedikitpun. May hari ini tidak pulang bareng
aku karena harus mampir ke Perpustakaan nyari bahan praktek tugas kelompokya.
Dalam hati ada sedikit rasa gak enak sih, mesti menyusuri sepanjang jalan di
hari pertama masuk sekolah. Apalagi ditambah insiden tadi pagi. EeyyuuuHhh….
Bad bangetttt…..!!!!
“ Hai Pia, sendirian aja. Butuh
tumpangan gak?!”
Seorang cowok cakep dengan wajah
eksotik dan tubuh atletis berhenti tepat di hadapanku. Cowok yang benar-benar
sempurna yang diciptakan tuhan menurutku.
“Eh Arvi, gak usah, rumah gue deket
kok. Gue naik bis aja.” Kataku sambil tersenyum. Aku gak mau menyinggung
perasaannya karena nolak diantar pake motornya.
“Elo gak mau diantar ma gue ya? Tenang
aja, gue gak bakal nyulik elo dech!” Tanpa permisi dia lalu menyerahkan sebuah
helm di tanganku.
“T-tapi…” Ujarku
“Udah, naik aja.”
Akhirnya aku ikut juga dengannya
Tak terasa sudah satu bulan aku berada
di bandung ini. Selama ini aku tetap berusaha mencari tahu tentang keberadaan
Vito yang sudah pindah dari tempat tinggalnya yang dulu. Selama itu pula aku
menjalani hari-hari ku yang penuh makna di temani sahabatku May dan……ya..Arvi!
Cowok itu menjelma menjadi sosok yang
mirip dengan Vito. Arvi selalu menjaga dan melindungiku kemanapun aku pergi.
Perasaanku mau tak mau tidak bisa memungkiri bahwa Aku merasa menemukan sosok
Vito dalam diri Arvi. Tapi…Tidak!!! Batinku berontak. Cowok itu bukan Vito, dia
Arvi dan gak bakal bisa gantiin Arvi. Aku gak boleh berpaling dari tujuan
utamaku datang ke kota ini, Vito kecilku.
Saat lamunanku sedang bergumul antara
dua nama itu -Arvi dan vito- Tiba-tiba handphoneku berdering. Ternyata Arvi.
Panjang umur nih anak, lagi dipikirin eh orangnya nelpon. Gumamku dalam hati.
“Halo… kenapa Vi?”
“Pi, Lo sibuk gak sekarang?” Tanya
Arvi diseberang sana
“Hmm..nggak Vi” Cuma sibuk mikirin
kamu…hehe.jawabku ngasal. “Napa emang??”Tanyaku balik
“Jalan yuuk!”
“Oke, jemput gue setengah jam lagi.
Bye!”
Kututup telepon dari Arvi. Aku segera
bersiap-siap karena bentar lagi Arvi bakal jemput. Jalan ma Arvi ya??Aneh…
Kenapa Aku bersemangat sekali mau jalan dengan Arvi.
“Kita mo kemana nih?” Tanyaku saat
Arvi baru saja tiba dengan kendaraan kesayangannya.
Si Black panggilan buat tunggangan
favoritenya itu. Motor Sport hitam impiannya yang dia dapatkan dari hasil kerja
part-time sana sini. Arvi cerita kalo dia langsung jatuh cinta saat melihat
motor itu terpajang di showroom motor. Ketika itu dia sedang menemani adiknya
memilih-milih motor. Bukannya membantu adiknya, dia malah sibuk bertanya-tanya
pada SPG sambil mengamati dengan seksama ke-keren-an si Black. Adiknya yang
melihat kakakx sibuk sendiri jadi kesal dan pergi meninggalkan dia.
“Temani gue cari buku yah?”jawabnya
sambil menyerahkan helm di tanganku.
“Tumben amat nyari buku Vi?”Tanyaku
lagi.
Arvi hanya cengengesan mendengar
pertanyaanku itu.
“Let’s go Black! Kita bawa tuan putri
jalan-jalan! Arvi menoleh kebelakang sambil tersenyum genit. Wajah ku kurasakan
memerah mendengar celetukan Arvi. Untung tak sempat disadari Arvi karena
terhalang helm yang kupakai.”Tuan putri?? Hihihi, berarti aku secantik tuan
putri dong! Ujarku dalam hati. Virus GR merasuki ku.
Arvi langsung menancap gas motor
melaju dan bergabung ke tengah padatnya jalanan kota bandung.
Si Black berhenti tepat di depan toko
buku yang cukup terkenal di kota Bandung. Tempatnya cukup luas dan nyaman. Toko
ini adalah toko buku terbesar di Bandung ini. Koleksi bukunya cukup beragam dan
lengkap. Tidak hanya itu, disini buku-bukunya cukup murah dibanding toko buku
lainnya. Kabarnya, pemilik toko ini memang sengaja membangun toko buku ini
karena memang dia orang yang sangat cinta akan buku-buku dan ingin agar setiap
orang yang punya kecintaan yang sama dengannya dapat dengan mudah memperoleh
buku-buku terbaru dengan harga terjangkau tentunya.
“Hey Vi. Pa kabar nih? Lama gak muncul
di toko, kira sudah lupa bisnis sendiri??”
Seorang Cowok muda berpakaian kemeja
biru muda rapih menyapa Arvi saat mereka berpapasan di pintu toko. Kelihatannya
Cowok itu manager toko ini. Arvi terlihat akrab dengannya. Mungkin karena Arvi
pelanggan setia toko ini jadi antara konsumen dan pegawai harus terjalin
hubungan baik pikirku asal.
“Sekarang sudah berani gandeng cewek
nih kayaknya. Sapa tuh? cantik ya pacarmu? Kenalinlah ke aku ?!!” Kata cowok
itu lagi sambil melirik ke arahku yang jadi malu saat tak sengaja di kira
pacaran ma Arvi.
Kulirik Arvi yang tersenyum santai ke
arahku lalu berpaling kembali ke temannya itu. “Bukan Den. Mana mau dia sama
gue yang biasa ini.hehehe…. Teman sekolah gue nih. Kenalin !”
Ada sedikit rasa kecewa saat kulihat
respon Arvi yang biasa saja saat ditodong pertanyaan temannya itu. Aduh,Ada apa
denganku? Memangnya respon yang seperti apa yang memangnya harus di tunjukkan
Arvi ? Pikiranku mulai ngayal kemana-mana nih kayaknya.
“Gue deni!”. Cowok itu menyebutkan
namanya sambil menyodorkan tangannya ke arahku. “Partner bi…..aduuuh!” kaki
deni entah di sengaja atau tidak, terinjak oleh Arvi.
“Sorry…sorry Den! Gak sengaja gue.”
Kata Arvi kemudian mengajak Deni sedikit menjauh dari tempatku berpijak.
“Bentar ya Pi !”
Entah apa yang mereka bicarakan
berdua. Kucoba mempertajam pendengaranku, tapi nampaknya kuping kecilku ini tak
mampu menangkap sinyal suara dari mereka.
Sore ini suasana sangat menyenangkan.
Aku dan Arvi sedang duduk di sebuah meja kafe tepat disamping jendela. Kafe
kecil yang berada di toko buku yang sama. Tempat tongkrongan Aku, Arvi dan May.
Kali ini hanya aku dan Arvi, May tidak ikut dengan kami karena ada urusan
keluarga katanya, saat kuhubungi dia tadi.
Setelah berkeliling membantu Arvi
mencari-cari buku yang aku sendiri tidak tahu jelas buku apa yang sebenarnya di
cari Arvi. Akhirnya pencarian kami berhenti pada sebuah buku Novel Fiksi berjudul
Ku
Temukan Kamu di Masa Depan penulisnya
sangat misterius -Mr. A.V.- Setelah membayarnya di kasir, Arvi lalu
menghadiahkan buku itu padaku. Aku heran sekaligus senang karena sebenarnya aku
tertarik dengan novel itu dan tadinya aku berencana membeli buku itu. Aku
memang hobi membaca novel.
Semangkuk blueberry ice cream lengkap
dengan taburan chocochip dan strawberry favoritku sudah sejak tadi
kusantap…yummy banget…(^_^). Berbeda denganku, Vanila ice cream tampaknya
menjadi pilihan Arvi. Walau aku tidak tahu kalo dia menikmati ice creamx atau
tidak.
“Gimana Pi, ice creamnya enak gak?”
Kata Arvi mulai buka suara. Memang sejak tadi kami berdua hanya diam, tenggelam
dalam fantasi masing-masing.
“Mmm…enak banget Vi…Lo kok tahu gue
suka blueberry ice cream. Padahal May aja gak tahu kalo gue suka itu.Thankz
ya!?” Kataku sambil terus menikmati kelezatan es krim blueberryku.
“Tahu Lah. Dulu kalo lo nangis, lo
baru bisa diam kalo dikasih es krim blueberry. Aneh gak sih lo? anak-anak tu
doyannya coklat, strawberry…eh Lo malah blueberry” Kata Arvi dengan santainya.
“Apa?Dulu?”kataku sedikit terkejut
“Seingatku, aku tidak pernah makan es
krim ini atau nangis trus minta dibelikan es krim ini sama Arvi deh.”Gumamku
dalam hati.
“K-Kamu pernah cerita hal ini ke gue
waktu kita lagi makan eskrim di café dekat sekolah,hmm… sama May juga.”
Kelihatannya Arvi bisa menangkap
ekspresi bingung yang terlihat jelas di wajah imutku dan buru-buru memberikan
konfirmasinya.Tapi kenapa terlihat gugup ya?aneh?
“L..Lo Lupa ya?” Katanya lagi.
“Ah,masa sih? Perasaan gue gak pernah cerita
deh?”
Aku bertanya dengan penuh selidik.
Arvi diam saja mendengar perkataanku. Ah…sudahlah,mungkin aku memang benar lupa.
Kataku dalam hati.
“Pi……….”
“hmm………………….” Kulirik Arvi sejenak
“Sebenarnya gue ngajak lo kesini
karena ada yang pengen gue omongin”
Mendadak Arvi menjadi serius .
Perlahan-lahan dia meraih tanganku, menggenggamnya dengan lembut. Deg… Jantung
berdebar-debar, ada sesuatu yang lain yang kurasakan.
Aku berusaha tenang dan tidak gugup.
Semoga saja dia tidak mengetahui perubahan yang terjadi di dalam diriku.
“Pia, sejak pertama gue liat lo…gue
ngerasa…gue udah mengenal Lo sejak lama…”
Arvi diam sejenak. “Aduh, apa yang dia
mo bilang ya? Apa Arvi mo nembak gue? Aku deg-degan nih.”Ujarku dalam hati
“Gue ngerasa seuatu yang dulu hilang
kini kembali lagi kepadaku.
“Gue….Gue….Pia…..Gue….” Belum sempat
Arvi melanjutkan perkataannys, tiba-tiba May muncul dari arah pintu.
“Pia………Arvi…………!” May berteriak sambil
melambaikan tangannya ke arah kami.
“Udah lama ya, Gue kelewatan gosip apa
nih? Sapa may lalu duduk di kursi kosong tepat disampingku.
Aku dan Arvi kaget. Segera kutarik
tanganku dari genggaman Arvi. “Semoga May gak ngeliat.”harapku dalam hati
“Lumayan… oiya, lo kok bisa nyangkut
kesini, bukannya Lo lagi ada acara keluarga?” Tanyaku sambil menikmati kembali
my baby bluberry yang terlihat mencair karna sempat aku cuekin karna Arvi tadi.
“Itu dia… Gue bela-belain nyari Lo
kesini ninggalin keluarga gue, ninggalin kebersamaan gue bareng keluarga gue
Cuma demi Elo. Karena Gue punya good news buat lo, sayang.” Cerocos May penuh
semangat.
“Ini tentang cowok yang lo cari selama
ini” Kata May lagi sedikit berbisik padaku
“Ohya?
Berita apa? Cepetan kasih tahu gue dong !!!” Semangatku bangkit
menggebu-gebu
“eits..sabar bu……… Udah siap
dengernyaa…???” May mencoba membuat ku penasaran.
“Uji kesabaran jangan sekarang
yaah…gue penasaran nih?” Kataku sambil memasang wajah memelas.
Dengan perlahan-lahan May mebuka mulut
“Mm..Gue…….udah………nemu………..alamat rumah cowok lo ituu.”
Mendengar itu Aku hampir tak percaya.
“Hebat kan gue?” Kata May lagi sambil
mengeluarkan secarik kertas berisikan alamat rumah dari balik tas yang sejak
tadi dia sembunyikan.
Aku langsung merebut kertas itu dari
tangan May. Seperti anak kucing yang menyambar ikan itu dari tangan majikan.
Aku Ingin langsung mencari alamat itu, saat ini juga.
Aku sudah tidak sabar ingin menemui
Vito. Saking semangatnya, Aku sampai lupa kalo didekat kami ada Arvi juga.
Kami…tepatnya Aku, mengabaikan Arvi yang sejak tadi diam menjadi penonton
diantara aku dan May. Air mukanya terlihat berbeda. Terlihat murung.
Sebenarnya ada perasaan ingin
menanyakan itu pada Arvi. Tapi aku begitu larut dalam kabar bahagia yang dibawa
May padaku. Saat ini, prioritas utamaku adalah Vito. Sosok Arvi menyingkir
perlahan dari pikiranku….saat ini.
“May…yuk temani gue nyari alamat ini!”
Kataku. Kuraih tangan May bergegas pergi dari kafe ini.
“Arvi gue pergi ya, gue telpon nanti
malam” pamitku ke Arvi,tentunya dengan tergesa-gesa pula.
Malam terasa dingin. Angin malam yang
semilir terasa menusuk tulang dan persendianku. Mataku tak bisa terpejam.
Aku duduk diberanda kamar memandang
bintang-bintang yang bersinar terang. Sa..ngat indah. Sayangnya , Indahnya
langit malam ini tidak seindah hatiku.
Aku gagal bertemu Vito. Dia dan
keluarganya ternyata sudah pindah rumah setahun yang lalu dan tidak ada yang
tahu kemana mereka pergi. Masa laluku yang kukira hampir kudapat kini kembali
menghilang.Sakit.
Tanganku tergerak meraih hp pink yang
tergeletak disampingku. Kupandangi
gantungan HP berbentuk replika es krim bluberry berwarna ungu yang entah
kapan sudah menghiasi HPku tanpa kusadari. Ingatanku langsung tertuju pada saat
itu, Pada saat menikmati es krim bluberry, pada Arvi….
Nomor
yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan…..
Tiiit….tiiit….tiiit…..
Lagi-lagi aku tidak berhasil
menghubungi Arvi. Sejak kejadian di kafe itu aku tidak pernah lagi bisa menemui
Arvi. Dia terlihat sengaja menghindar dariku. Aku bingung. Aku sedih. Aku
Kesepian. Aku kembali merasa kehilangan…
Entah kenapa kehilangan ku kali ini
terasa begitu sakit. Lebih sakit dari rasa sakit yang kualami sebelumnya.
“Hey….Pia…” May muncul membuyarkan
lamunanku.
“Aku boleh ngomong sesuatu gak?” Tanya
may
Aku mengangguk lemah.
“Cewek katanya diciptakan dengan
perasaan yang penuh kepekaan dan sangat sensitif. Tapi…tau gak sih….kadang kita
ini bisa terlalu bodoh dan menjadi buta juga.”
May bangkit dari duduknya lalu berdiri
ketepi balkon.
“Kita kadang ditipu oleh perasaan kita
sendiri. Bodoh karena terlalu terpaku dengan bayangan masa lalu yang sengaja
kita hidupkan dalam ingatan. Buta karena tidak bisa melihat sesuatu yang indah
yang jelas nampak di depan mata. Kita baru menyadari semuanya saat mereka pergi……dan
meninggalkan kesakitan dalam hati.”
Aku tertegun mendengar kata-kata yang
barusan terucap dari mulut sahabatku itu. Kucerna kata demi kata. Timbul tanya
di hati. Apakah May tahu perasaanku saat ini?
“Sabar
zay…biarkan waktu yang menuntun kamu ke takdirmu….semangat!!! May
tersenyum sambil mengangkat tangannya yang dikepal, menegaskan semangat yang
diteriakkannya padaku.
Aku beruntung karena saat sekarang aku
punya May yang mengerti aku dengan baik. Dia begitu setia menuntunku dari awal
memulai hidup di kota ini sampai detik ini tanpa terlihat bosan sedikitpun.
Keheningan malam kembali mengajak
lamunanku berpetualang mengabaikan tubuhku yang sesungguhnya lelah namun tak
tenang untuk berehat. Mata ikut berkomplot dan enggan berkompromi denganku
hingga dia tidak ingin melelapkan dirinya malam ini.
“Vi...........kamu………dimana??
A..aku…kaangen…ka..mu…”bisikku dalam hati.
Sudah lebih sebulan aku tidak
mendengar kabar beritanya. Arvi tidak pernah terlihat lagi di sekolah. Sedih
semakin kurasa saat kutahu dia akan pindah ke luar kota.
Aku hampir gila mencari Arvi. Ditelpon
tak bisa. Mau cari kerumahnya, tapi…Ah, bodohnya aku yang sekian lama berteman
namun ternyata tak sadar kalau aku tak tahu dimana rumah Arvi.
Saat ini, di kepalaku cuma ada Arvi.
Tak ada ruang untuk vito lagi. Aku tak pernah berniat mencari-cari Vito. Yang
kuinginkan saat ini hanya Arvi.
“Pia…Lagi ngapain?”
May menghampiriku yang bengong sendiri
di kantin. Bahkan aku tak sadar kalo bel masuk sudah berbunyi dan saat ini
kantin sudah kosong karena anak-anak yang lain sudah masuk kelas.
“Gue punya kabar baru tentang Vito lo
nih” katanya dengan semangat lalu mengambil posisi di samping tempat duduk ku
“Oh..ya…” sahutku lesu
“Lho kok gitu sih responnya. Bukannya
ini yang lo tunggu-tunggu??”
“Entahlah, gue juga gak tahu May…gue
bingung…” Kataku sambil mengetuk-ngetuk meja dengan pulpen yang ku pegang. Aku
sudah tidak tertarik lagi.
“Ya udah gak apa-apa. Lo mau-kan
ketemu dia?
“Gue tunggu Lo di Café biasa jam 4
sore. Kamu harus datang, gue jamin Lo bakal senang. Yuk masuk kelas!”
Tanpa menunggu jawabanku May lalu
menarikku ke kelas. Sekilas ku lihat bu idah-ibu kantin- menggeleng-geleng
sambil tersenyum melihat ku yang terlihat tampak pasrah ditarik dengan terpaksa
oleh sahabatnya sendiri.
Sore itu, dikafe book store yang
selalu ramai pengunjung. Kafe favorit Kami. Aku duduk sendiri di tempat yang
sama yang aku tempati waktu itu dengan Arvi. Dimana aku bertemu Arvi untuk
terakhir kali.
Seharusnya aku tidak duduk disini.
Diantara puluhan spot di tempat ini, Tanpa sadar kakiku membawaku duduk ditempat ini lagi.
Meja yang sama. Kursi yang sama. Jendela yang sama dan bahkan waitress yang
sama dengan waktu itu. Uhhk…sesak kurasa didada.
“Aduh…kenapa May lama sekali. Aku
semakin tidak tahan disini. Ingin cepat pergi.” Gumamku cemas. Berkali-kali
kulirik Aarloji ditangan. Arloji berhiaskan boneka beruang kecil pemberian Arvi……
“Lo tutup mata ya? Gue punya sesuatu
buat Lo” Pinta Arvi waktu itu. Kulihat dia menyembunyikan sesuatu dibalik
badannya. Kucoba mengintip namun dia berusaha dengan baik menjaganya agar tak
terlihat olehku.
“Apa sih, oke gue tutup” aku menyerah.
Kututup mataku sambil membayangkan apa yang akan diberikan Arvi.
“Jangan ngintip ya?
Aku mengangguk sambil tersenyum
“Ulurkan tanganmu!” kata Arvi
kemudian.
Kurasakan sesuatu dipasangkan ke
pergelangan tanganku. Setelah benda itu melingkar erat, Arvi menyuruhku membuka
mata.
Perlahan kubuka mata. Kudapati sebuah
jam tangan silver lucu berhiaskan boneka beruang yang imut. Aku langsung jatuh
cinta dengan jam tangan itu. Senangnya aku saat itu yang menerima hadiah lucu
dari Arvi. Sampai sekarang jam itu selalu menemaniku kemanapun aku pergi sepeti
halnya boneka beruang pemberian Vito.
“Pia…”
Terdengar sesorang menyapaku.
Membuyarkan ingatanku pada jam tangan Arvi. Aku menoleh kebelakang. Betapa
kagetnya aku saat kulihat ada seseorang yang tersenyum ke arahku di samping
May.Dia………
“ Pia, apa kabar? Kenalin …gue…ehm,
Vito.” Kata cowok itu
Aku terdiam kaget
“ May…Dia…?” kupandangi may meminta
penjelasan.
“ Iya Pia, Dia itu Vito.”
“L..Lo-kan….Lo Arvi kan, tolong jangan
bercanda.” kataku terbata-bata
Betapa kagetnya Aku. Aku tidak tahu
harus berkata apalagi. Ternyata orang yang selama ini kucari…kini dia ada di
dihadapanku…Dia selalu dekat denganku…ternyata….Vito itu adalah Arvi.
“ Maafin gue Pi. Selama ini gue
ngebohongin Lo. G..gue….gak jujur sama Lo”
“Sejak kapan Lo tahu?” Tanyaku dengan
kecewa. Aku merasa telah ditipu olehnya. Aku hampir gila karena mencarinya.
Saat aku setengah mati mencarinya keman-mana, orang yang aku cari ternyata ada
di dekatku.
“Saat gue ngeliat Lo dan boneka
beruang itu di lapangan waktu itu, gue langsung ingat dengan Pia kecilku. Sejak
saat itu gue mulai cari tahu tentang lo. “ Arvi menatapku lekat-lekat.
“Gue berharap saat itu kalo Lo adalah
Pia. Dan Elo ternyata memang Pia gue yang gue kenal dulu…maafin gue membuatmu
tersiksa terlalu lama” katanya lagi.
Hatiku bergejolak. Seperti ada bom yang
siap meledak. Memenuhi ruang di dadaku. Aku tak bisa menahannya lebih lama
lagi. Pertahananku hampir jebol. Aku langsung berhambur kepelukannya. Kusadari
ada kristal bening yang menjalar dipipiku. Hangat. Aku menangis dipelukannya.
Dengan tangannya yang hangat,
menenangkanku dari tangisan ini. Kurasakan masih seperti dulu. Meleburkan
kepiluan yang membeku di hati. Menenangkanku yang terisak-isak di dekapnya.
“T..tapi kenapa , L..Lo gak bilang
..d..dari dulu kalo Lo…...V..Vito? Malah pergi meninggalkanku sendiri.” Kataku
dengan terisak-isak tanpa melepas pelukanku pada Arvi
“Maafin gue..sebenarnya waktu di kafe
itu gue mau buat pengakuan, tapi….” Arvi diam.
Sebelum sempat Arvi membuka suara
lagi. May yanng sejak tadi diam diantara kami memberikan penjelasan.
“Tapi, si bodoh ini mengurungkan
niatnya. Dia kecewa karena mengira Lo udah punya cowok Pi. Dia patah hati
melihat kamu yang begitu bersemangat mengejar cowok, yang ternyata cowok itu
adalah dia sendiri.”
Kulepas pelukanku pada Arvi lalu
menghampiri sahabatku itu. Ada perasaan geli mendengar cerita May barusan.
Ternyata kami berdua memang bodoh sehingga takdir berhasil mempermainkan kami
sebelum akhirnya menyerah dan mempertemukan kami kembali dengan cara yang indah
lewat bantuan malaikat penolong kami.May.
“Gue sadar kalo Arvi itu Vito saat
liat foto di dompetnya Arvi. Foto anak cowok dan anak cewek. foto yang sama
dengan foto yang kulihat berbingkai di kamar kita. punya Lo. Setelah ku tanya,
akhirnya Arvi cerita semuanya sama gue.”Jelas May panjang lebar.
Aku tersenyum memandang May. May…U R
my everything..Bezt of the beztfren. Kupeluk sahabatku yang baik hati ini
dengan senang.
“Tahu gak kalo selama ini, gue selalu
berusaha mencari-cari kamu Pia.”kata Arvi tenang
“Kamu tahu café ini?”Tanya may padaku.
“Toko buku dan Kafe ini dibuat khusus
dengan harapan suatu saat ada seorang cewek yang bernama Pia datang kesini.”Jelas
May sambil melirik padaku
“Ingat gak permohonanmu waktu kita
kecil dulu?” tanya Arvi
Permohonan...... Astaga…..
“Vito, kalo
kita sudah besar, aku mau punya toko buku sendiri terus di dalamnya aku mau
kasih kafe kecil, biar nanti aku bisa baca buku sambil makan eskrim bluberry.
Kamu bantuin aku ya?”Pintaku 10 tahun yang lalu saat Aku dan Vito sedang
mencari buku bersama-sama.
“Kita
buat sama-sama ya? Kamu mau kasih nama apa?” Saat itu Vito
mengiyakan permintaan konyolku. Permintaan bodoh khayalan masa kanak-kanak.
“biar
keren, namanya –Vi n Pi Mine- aja, artinya punya Vito dan Pia…hehehe” Jawabku
Aku bergegas keluar café itu. Aku terpaku
di depan café saat Ku Baca nama Café…
“Vi…eN……Pi…Mine…café” ku eja satu
persatu
Aku hampir tak percaya. “Vi…Toko dan
Kafe ini ……punyaaa…..”
“Jadi…Kita…ehm…maksudku…..M..mau gak
kamu aku jagain selamanya?”
Arvi alias Vito meraih tanganku dan
menggenggamnya erat. Tangan ini…tangan ini sudah kudapatkan kembali. Aku gak
akan pernah melepaskannya lagi.Tak akan kubiarkan dia pergi .
Tanpa ragu-ragu aku mengangguk. Arvi
tersenyum bahagia dan kemudian merangkulku erat. Akhirnya apa yang kucari telah
kutemukan.