TUGAS INDIVIDU
RESUME
BIMBINGAN DAN KONSELING
ANALISIS
TRANSAKSIONAL, ALIRAN REALITY DAN REBT
DISUSUN OLEH
HERLIANA
HAMID
20402108026
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2011
KATA PENGANTAR
Segala puji
bagi Allah SWT yang maha menghendaki segala sesuatu yang terjadi.Maka sudah
selayaknya kita sebagai umat yang beriman tidak pernah lepas dari rasa syukur
kehadirat Ilahi Rabbih.Kemudian kepada sang revolusioner sejati baginda Rasul
Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari lembah kebiadaban menuju puncak
peradaban.kepadanya selalu tercurah Salawat atasnya semoga dihari kemudian
terlimpah kepada kita semua syafaat dari beliau.
Dalam kesempatan ini penulis
menyusun resume dari tiga materi teori bimbingan dan konseling yaitu analisis
transaksional, aliran reality dan REBT Ini semua tidak terlepas dari kerja sama
teman-teman yang aktif memberikan sumbangsi buah pikirannya.Semoga makalah ini
dapat menjadi bahan rujukan bagi para pembaca yang haus akan ilmu pengetahuan
Terakhir, Penulis sebagai manusia
biasa tetap sadar akan kelemahan-kelemahan yang ada pada diri kami. Maka dari
itu penulis mengharapakan kritik serta saran yang dapat membangun sehingga
karya-karya tulis berikutnya akan lebih sempurna.Thank’s for all.
Makassar, April
2011
Penyusun
DARTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I :
ANALISIS TRANSAKSIONAL
A.
Latar belakang sejarah
B.
Konsep dasar
C.
Status ego
D.
Hambatan transaksi pribadi
E.
Jenis transakasi
F.
Keputusan dan Re-desicions
BAB II : ALIRAN REALITY
BAB III : RATIONAL EMOTIF BEHAVIOUR THERAPY (REBT)
A.
Latar belakang
B.
Pengertian
C.
Konsep Dasar
D.
Tujuan Konseling
E.
Teknik-teknik konseling dalam REBT
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
ANALISIS TRANSAKSIONAL
A.
Latar Belakang Sejarah
Analisis Transaksional awalnya dikembangkan oleh Eric Berne (
i968 ) yang dilatih sebagai psikoanalisis Freud dan psikiater. Teori analisis
transaksional merupakan karya besar Eric
Berne yang ditulis dalam buku GAMES
PEOPLE PLAY .Teori transaksional merupakan teori terapi yang sangat popular
dan digunakan dalam konsultasi pada hamper semua bidang-bidang ilmu-ilmu
perilaku.
B.
Pengertian dan konsep dasar
Kata “transaksi” selalu mengacu pada proses pertukaran dalam
suatu hubungan. Dalam komunikasi antar pribadipun dikenal adanya transaksi.
Yang dipertukarkan adalahpesan-pesan baik verbal maupuun nonverbal. Analisis
didasarkan pada asumsi bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa
lalu kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali keputusan yang pernah
diambil. Berdasarkan teori analisis transaksional, analisis terhadap subyek
pelaku transaksi dapat dilakukan melalui analisis instansi identitas atau
analisis egostate sedangkan untuk menganalisis transaksi yang terjadi antara
beberapa individu yang masing-masing memiliki ego state tersendiri itu dapat
dilakukan sebbuah analisis transaksi.Konsep dasar dari analisis transaksional
adalah re-decisions.
C.
Status Ego
Menurut Encarta Dictionary, ego state berasal dari kata “ego” bahasa latin yang berarti saya dan
secara harfiah berarti diri sendiri.Kata “state secara harfiah berarti “bagian”
atau “instansi” .Ego state myang dimaksud Berne adalah instansi-instansi dari suatu
kepribadian manusia yang dibangun oleh pola-pola perasaan dan pengalaman yang
terkait langsung dengan perilakunya.
Dalam setiap manusia memiliki tiga
ego state yaitu:
1.
Parental Exeteropsychic yaitu sikap dasar ego yang mengacu
pada sikap orangtua yang terbagi atas naturing parent seperti tindakan
menasehati, memberikan hiburan, menguatkan perasaan melindungi dll serta
critical parent seperti tindakan suka menghardik, membentak, melarang,
menghukum dll
2.
Adult Neopsychic yaitu sikap asar ego yang mengacu pada
sikap dewasa dimana pada masa ini seseorang akan bersikap pragmatis dan
realistis.mengambil keputusan berdasarkan fakta, rasional, tidak emosional dan
obyektif.
3.
Child Arheopsychic yaitu sikap dasar ego yang mengacu pada
sikap anak-anak .Ego anak ini terbagi dua yakni natural child dan adapted
child.
Berne mengungkapkan empat cara mngetahui sikap ego yang
dimiliki setipa individu yaitu:
1)
Melihat tingkah laku nonverbal maupun verbal yang
digunakannya
2)
Mengamati bagaimana sikap seseorang ketika bergaul dengan
orang lain
3)
Mengingat kembali keadaan dirinya sewaktu masa kecil
4)
Mengecek keadaan diri sendiri
D.
Hambatan transaksi pribadi
Berne juga mengemukakan terdapat beberapa factor yang
menghambat terlaksananya transaksi antar pribadi atau keseimbangan ego sebagai
sikap yang dimiliki seseorang ,Terdapat dua hambatan utama,yaitu:
1.
Kontaminasi ( contamination ) yaitu pengaruh kuat dari
salah satu sikap atau lebih seseorang yang membuatnya tidak seimbang
2.
Eksklusif ( exclusive ) yaitu penguasaan sikap yang sangat
mempengaruhi terlalu lama pada diri seseorang
E.
Jenis transaksi antarpribadi
1.
Transaksi Komplementer
Jenis transaksi ini merupakan jenis
terbaik dalam komunikasi antar pribadi karena terjadi kesamaan makna terhadap
pesan yang mereka pertukaran,pesan yang satu dilengkapi oleh pesan yang lain
meskipun dalam ego yang berbeda.
2.
Transaksi silang
Terjadi manakala pesan yang dikirimkan
komunikator tidak mendapat respon yang sewajarnya.Akibat dari transaksi silang
adalah terputusnya komunikasi antar pribadi karena kesalahan dalam memberikan
makna pesan.
3.
Transaksi tersembunyi
Jika terjadi campuran beberapa sikap di antara komunikator
dengan komunikasi sehingga salah satu sikap menyembunyikan sikap yang lain
Menurut Berne ada beberapa posisi dasar bagi seseorang jika
komunikasi antar pribadi secara efektif dengan orang lain,yaitu:
1.
1’m OK, you’re OK
2.
I’m OK, you’re not OK
3.
I’m not OK, you’re OK
4.
I’m not OK, you’re not OK
Berne menyebutkan enam jenis transaksi interpersonal yang
dikenal dengan nama” Structuring of time “ yaitu
Pengunduran
Ritual
Aktivitas
Waktu luang
Game
Keintiman
F.
Keputusan dan re-decisions
Daftar berikut ,berdasarkan Gouldings (1978,1979) teermasuk
perintah umum dan beberapa kemungkinan keputusan tnggapan mereka:
“jangan melakukan kesalahan”, keputusan “aku takut membuat
kesalahn
“jangan”,kemungkinan keputusan “ aku akan terus mencoba”
“Jangan dekat”,kemungkinan keputusan “aku akan tetap
sendiri”
“Jangan menjadi penting” kemungkinan keputusan “aku akan
mengecilkan prestasi saya”
“Jangan kekanak-kanakan” kemungkinan keputusan”aku tidak
akan membuat diriku bersenang-senang”
“Jangan tumbuh” kemungkinan keputusan”aku akan tetap
kekanak-kanakan”
“Jangan berhasil” kemungkinan keputusan”Aku tidak bias
melakukan apapun dengan sempurna,jadi buat apa mencoba?”
“Jangan kamu” kemungkinan keputusan”Aku akan berpura-pura
bahwa aku bukan aku.
“Jangan waras”kemungkinan keputusan”Aku akan sakit “
“Jangan memiliki”kemungkinan keputusan “ Aku akan menjadi
penyendiri selamanya”
BAB II
ALIRAN REALITAS
Paul Meier, dkk.,
mengatakan bahwa terapi realitas tampaknya memiliki pengaruh yang besar
terhadap konseling karena menekankan tanggung jawab individu dan berusaha
membedakan apa yang benar dan salah. Para psikoterapis umumnya hanya menyerukan
dengan lantang kepada konseli untuk menghadapi kenyataan, melakukan yang
terbaik dan bertanggungjawab, namun mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar
klien. Karena itu seorang konselor Kristen, juga berusaha memenuhi kebutuhan
dasar konseli: kasih dan rasa berharga (love and self-worth).
Sebagaimana
ditekankan oleh Gary Collins bahwa masyarakat merupakan sebuah kelompok
terapis, tidak hanya terbatas pada pertemuan-pertemuan antara sesama konseli
atau antara konseli dengan konselor yang terlatih, tetapi mencakup para
keluarga, kelompok studi, sahabat yang dapat dipercaya, rekan profesional,
kelompok karyawan mapun sejmlah orang yang seringkali menyediakan bantuan yang
diperlukan baik pada masa-masa krisis, maupun pada saat individu menghadapi
tantangan hidup sehari-hari.
Berdasarkan pemikiran
tersebut maka signifikansi selektif terapi realitas yang dapat digunakan dalam
pelayan konseling , antara lain:
1) Perubahan perilaku.
Glasser beranggapan bahwa perilaku yang tidak bertanggungjawab dari seorang
konseli sebagai penyebab gangguan mental sebenarnya sejalan dengan asumsi
konseling. Larry Crabb mengatakan bahwa manusia bertanggungjawab untuk percaya
pada kebenaran yang akan menghasilkan perilaku yang bertanggungjawab yang akan
menyediakan baginya makna, pengharapan dan kasih yang berfungsi sebagai
penuntun kepada hidup yang lebih efektif dengan orang lain sebagaimana dengan
dirinya sendiri.
2) Berpatokan pada nilai
benar dan salah. Konseling terhadap individu yang mengalami berbagai persoalan
kehidupan dewasa ini harus tetap berpatokan dan menjunjung tinggi nilai benar
dan salah. Sebab itu dalam pelayanan konseling bilamana terindikasi bahwa
persoalan diakibatkan oleh masalah etika dan tatanilai, maka konseli harus
didorong untuk bertanggungjawab dengan memperhatikan nilai benar dan salah.
3) Pengalaman masa lalu
konseli tidak boleh dijadikan alasan dalam menghadapi realitas kehidupan.
Terapi realitas menolak mengaitkan masa lalu dengan rasa bersalah (guilty
feelings), maka hal ini merupakan sesuatu yang positif agar konseli berani
melangkah menghadapi kenyataan sekarang. Demikian pula masa lalu seseorang yang
meninggalkan trauma bisa dihindari dengan cara konselor membantu konseli untuk
melupakan pengalaman buruk di masa lampau .
4) Terapi realitas
menolak alasan pembenaran terhadap perbuatan tertentu sangat positif untuk
dijadikan perhatian dalam konseling. Kecenderungan untuk mencari kambing hitam
dengan menuding orang lain atau mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatannya
harus ditolak.
5) Pemikiran terapi
realitas yang memfokuskan upaya pertolongan kepada konseli agar dapat memahami
dan menerima keterbatasan dirinya perlu dikembangkan dalam konseling Kristen.
6) Melalui terapi
realitas konseli dibantu untuk merubah cara berpikir dan paradigma lama yang
dianutnya dengan kukuh. Cara berpikir, paradigma yang dianut, serta sikap kaku
yang cenderung menutup diri terhadap realitas yang tumbuh dan berkembang di
sekitar kita acapkali menjadi pemicu lahirnya berbagai konflik menyangkut
sistem nilai, dan sebagainya.
Oleh karena terapi
realitas juga menggunakan teknik konfrontasi, yang sejalan dengan konseling
nouthetis sebagaimana digunakan secara luas oleh Jay Adams, maka hal ini dapat
digunakan dalam mengkonseling klien yang mengalami persoalan karena dosa.
Konfrontasi diharapkan dapat mengoreksi kesalahan konseli dan membantu dia
mengubah perilaku berdasarkan pengajaran yang diberikan kepadanya.
Terapi realitas yang
menekankan kelakuan konseli yang bertanggungjawab terhadap realitas, perbuatan
baik dan tanggungjawab; pada dasarnya erat kaitannya dengan pemenuhan lima
kebutuhan dasar manusia yang dibuat oleh Abraham Maslow, sebagaimana dikutip
oleh Larry Crabb, yaitu:
kebutuhan fisik (physical): adalah unsur-unsur penting untuk
memelihara kehidupan fisik manusia (makan-minum,tempat tinggal, dsb).
Rasa aman (security/physical
security): kayakinan bahwa kebutuhan fisik kita akan tersedia pada hari
esok.
Kasih (love): yang disebut rasa aman oleh Crabb.
Tujuan: signifikansi (Crabb)
Aktualisasi diri: ekspresi kualitas terbaik manusia:
mengembangkan diri secara penuh, kreatif, ekspresi diri pribadi.
Dalam pelayanan contoh kasus yang dapat ditangani melalui
terapi realitas beraneka ragam. Misalnya: seorang mahasiswa teologi yang suka
menyontek, harus bertanggungjawab atas perilakunya dengan menerima sanksi akademis
tertentu dan berjanji untuk tidak mengulanginya di masa mendatang. Ia harus
menyadari pula bahwa hal menyontek adalah salah. Seorang konselor yang temperamental harus menerima kenyataan bahwa klien pindah ke
konselor lain, atau menerima kenyataan bahwa ia tidak diminati klien. Ia harus
merubah perilaku tersebut.
Singgih D. Gunarsa
menandaskan bahwa terapi realitas bertujuan untuk memberikan kemungkinan dan
kesempatan kepada klien untuk bisa mengambangkan kekuatan-kekuatan psikis yang
dimilkinya untuk menilai perilakunya sekarang dan apabila perilakunya tidak dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, maka perlu memperoleh perilaku baru yang lebih
efektif. Perilaku yang dimaksud adalah kebutuhan dasar manusia, yakni :kasih
sayang dan merasa diri berguna (love & self-worth). Terapi dengan
menggunakan pendekatan terapi realitas secara aktif membantu klien memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan dalam realitas
terapi adalah membangun relasi yang hangat, pribadi dan bersahabat antara
konselor dengan konseli yang diwarnai pula oleh sikap saling memahami dan
menerima. Keuntungan dari terapi realitas tampaknya terletak pada jangka waktu
terapi yang relatif singkat dan berurusan dengan masalah-masalah tingkah laku
sadar. Konseli diperhadapkan pada keharusan mengevaluasi tingkah lakunya
sendiri dan membuat pertimbangan nilai.
Terapi realitas dapat
digunakan sebagai alternatif pelayanan kepada anggota jemaat yang bermasalah.
Tentu dengan menyeleksi unsur-unsur positif yang terkandung di dalamnya dan
menyingkirkan pokok pemikiran yang tidak sesuai dengan iman Kristen.
Sehubungan dengan hal
itu, Gerald Corey dalam bukunya, Teori dan Praktek Konseling dan
Psikoterapi, mengatakan bahwa terapi realitas adalah suatu sistem yang
difokuskan kepada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan
model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu
menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan
dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas adalah penerimaan
tanggung jawab pribadi, yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Sedangkan
menurut Paul D. Meier, dkk., terapi realitas yang diperkenalkan oleh William
Glasser memusatkan perhatiannya terhadap kelakuan yang bertanggung jawab,
dengan memperhatikan tiga hal (3-R): realitas (reality), melakukan hal
yang baik (do right), dan tanggungjawab (responsible).
BAB III
RATIONAL EMOTIF BEHAVIOR THERAPY ( REBT )
A.
Latar
Belakang
Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai
dikembangkan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Albert Ellis, seorang Doktor
dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga
seorang Neo Freudian. Teori ini dikembangkannya ketika ia dalam praktek
terapi mendapatkan bahwa sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan
secara teoritis (Ellis, 1974) .
Teori Rasional Emotif ini merupakan sintesis baru dari Behavior
Therapy yang klasik (termasuk Skinnerian Reinforcement dan Wolpein
Systematic Desensitization). Oleh karena itu Ellis menyebut terapi ini
sebagai Cognitive Behavior Therapy atau Comprehensive Therapy.
Konsep ini merupakan sebuah aliran baru dari Psikoterapi
Humanistik yang berakar pada filsafat eksistensialisme yang dipelopori oleh Kierkegaard, Nietzsche, Buber, Heidegger,
Jaspers dan Marleu Ponty, yang kemudian dilanjutkan dalam bentuk
eksistensialisme terapan dalam Psikologi dan Psikoterapi, yang lebih dikenal
sebagai Psikologi Humanistik.
B. Pengertian Teori Konseling Rational Emotive
Therapy (RET)
Rasional
emotive adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia
adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu
kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak.
Yang
dimaksud dengan konseling RET atau yang lebih dikenal dengan rational emotive
behavior therapy (REBT) adalah konseling yang menekankan interaksi berfikir dan
akal sehat (rasional thingking), perasaan (emoting), dan berperilaku (acting).
Teori ini juga menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam terhadap cara
berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan
berperilaku. Menurut Ellis manusia itu bersifat rasional dan irasional.
C. Konsep Dasar
Manusia
pada dasarnya adalah unik dan memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional
dan irasional. Reaksi emosional seseorang terhadap suatu situasi/kejadian
sebagian besar disebabkan oleh interpretasi. Hambatan psikologis atau emosional
adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi
menyertai individu yang berpikir dengan prasangka, sangat personal dan
irasional. Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang
diperoleh dari orangtua dan budaya tempat dibesarkan. Berppikir secara
irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang
tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat
menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negative serta penolakan
diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat
diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian
dapat dikasi dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis. Ada tiga pilar yang
membangun tingkah laku individu yang
kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC yaitu :
1. Antecedent Event (A), yaitu segenap
peristiwa luar yang dialami individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta,
kejadian, tingkah laku atau sikap orang lain. Perceraian dalam keluarga,
kelulusan bagi siswa, dan putus hubungan merupakan contoh antecedent event bagi
seseorang.
2. Belief
(B), keyakinan, pandangan, nilai atau verbalisasi diri individu terhadap
suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu :
a. Keyakinan
yang rasional (rational belief rB) merupakan cara berpikir atau system
keyakinan yang tepat, masuk akal dan bijaksana.
b. Keyakinan
yang tidak rasional (irrasional belief iB) merupakan keyakinan atau system
berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional dan tidak produktif.
3. Emotional consequence (C), merupakan
konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan
senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecedent event (A).
konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh
beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan B yang rB maupun yang iB.
4. Dispute (D), melawan
keyakinan-keyakinan irrasional itu.
5. Effects
(E), Merupakan dampak psikologis positif dari keyakinan-keyakinan rasional.
D. Tujuan Konseling
Tujuan konseling REBT adalah memperbaiki dan merubah sikap,
persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan konseli yang irasional dan
tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar dia dapat
mengembangkan diri, meningkatkan aktualisasi dirinya seoptimal mungkin melalui
tingkah laku kognitif dan afektif yang positif. Di samping itu, dalam konseling
REBT, konseli dibantu untuk menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang
merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa
cemas, merasa was-was dan rasa marah.
Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai konseli dalam
konseling dengan pendekatan rasional emotif :
a. Insight dicapai
ketika konseli memahami bahwa tingkah laku penolakan diri berhubungan dengan
penyebab yang sebagian besar berkaitan dengan keyakinannya tentang
peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
b. Insight
terjadi ketika konselor membantu konseli untuk memahami bahwa apa yang
menggangu konseli pada saat ini adalah keyakinan irasional yang dipelajari dari
dan diperoleh sebelumnya.
c. Insight
dicapai pada saat konselor membantu konseli untuk mencapai pemahaman ketiga,
yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan
mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional itu.
Konseli
yang telah memiliki keyakinan rasional akan memiliki peningkatan dalam hal :
1. Self interest (minat kepada diri sendiri)
2. Social interest (minat social)
3. Self direction (pengarahan diri)
4. Tolerance (toleransi terhadap pihak lain)
5. Fleksible (fleksibel)
6. Acceptance of uncertainty (menerima
ketidakpastian)
7. Commitment (komitmen)
8. Scientific thinking (berpikir ilmiah)
9. Self acceptance (penerimaan diri sendiri)
10. Risk Taking (berani mengambil resiko).
E. Teknik
Konseling dalam REBT
Teknik-teknik konseling REBT menurut Willis adalah teknik
yang berusaha menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri sendiri.
Pendekatan konseling REBT menggunakan berbagai teknik yang disesuaikan dengan
kondisi konseli. Beberapa teknik yang dimaksud antara lain adalah sebagai
berikut :
a.
Teknik-teknik emotif (afektif)
1.
Teknik Assertive Training, teknik
yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan pola perilaku tertentu yang
diinginkannya. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri
konseli.
2. Teknik
Sosiodrama (Bermain peran), teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis
perasaan yang menekan melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa
sehingga konseli dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran
tertentu.
3. Teknik
Self Modeling, teknik yang bertujuan menghilangkan
perilaku tertentu dimana konselor menjadi model, dan klien berjanji akan
mengikuti.
b. Teknik-teknik Behavioristik
1. Teknik reinforcement (punishment and
reward), teknik untuk mendorong konseli kearah tingkah laku yang lebih rasional
dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman
(punishment). Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar system nilai dan
keyakinan yang irrasional pada konseli dan menggantinya dengan system nilai
yang positif.
2. Teknik Social Modeling, teknik untuk
membentuk tingkah laku baru pada konseli. Teknik ini dilakukan agar konseli
dapat hidup dalam model social yang diharapkan dengan imitasi (meniru),
mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma
dalam system model social dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh
konselor.
c. Teknik-teknik Kognitif
1. Home Work Assigments, teknik dengan
pemberian tugas rumah
2. Teknik Bibliotherapi, teknik dengan
pemberian bahan bacaan
3. Teknik diskusi
4. Teknik simulasi, teknik dengan memainkan
peran antara konselor dengan klien
5. Teknik Gaming, teknik dengan melakukan
permainan
DAFTAR PUSTAKA
Corey,
Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (terj.) (Bandung:
Eresco,
1988).
1988).
Crabb,
Lawrence J. Effective Biblical Counseling (Grand Rapids-Michigan:
Zondrvan
Pub. House, 1977).
Pub. House, 1977).
Gunarsa,
Singgih D. Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan numpang coret bagi syapa sj yang berminat yaa...sebaris ketikan komen kamu sangat berarti besar buat motivasi blog baru ini..(o_o)v