Minggu, 07 April 2013

Diaryku


Harusnya gambar ini qu posting 2 bulan yang lalu. gambar yg q buat asal-asalan based on true picture. Yang pake jilbab hijau itu aku, yang biru namanya misra, tapi kadang2 aku suka memanggilnya tathy unyu -nama yg dia pake di emailnya- dan yang ungu itu sobatku risma alias cim (singkatan dari cimpak) . Kami bertiga sama-sama terjebak dalam sebuah rumah pintar yang ada di sebuah kota di sulawesi selatan. Eits, terjebak disini bukan dalam konotasi negatif yaa? kami bertiga punya arti masing-masing dari kata "Terjebak" itu. Kerja di tempat itu walau cukup menguras tenaga dan pikiran tapi enjoy karena ada mereka berdua disana. Hidup selalu gak pernah sepi karena mereka.

Risma alias Cim...Dia itu boleh dibilang sahabatku yang setia. Dia sangat betah berteman denganku yang biasa ini sejak motor matic belum ada di Indonesia...(kapan tu..?? hehehe ). Dari mulai SD-SMP-SMA-kuliah juga nyaris sama- Lulus kuliah-cari kerja-dan akhirnya kerja di tempat yang sama.Kalo misalnya reinkarnasi itu benar-benar ada, aq sempat mikir mungkin dikehidupan sebelumnya aq dan cim pasti sangat dekat juga seperti sekarang.Oh iya, cim itu orangnya cantik dan baik hati, yang membuat kami betah sama-sama mungkin karena sifat kami yang mirip ...sama-sama pemalu dan kurang percaya diri...^_^

Misra...awal kenalan dengannya, ada sedikit perasaan canggung, takut, segan, dan berbagai perasaan aneh campur aduk. Saat ketemu, dia jarang ngomong, kurang basa-basi dengan kami (me n cim )dan hal itu membuat otakku langsung memutuskan kalo dia itu sombong. Perasaanku mulai menjadi lega setelah beberapa hari kerja bareng si Thaty_Unyu itu, ternyata...dia baik hati, gak sombong, rajin menabung, suka menolong, DeElEl...hehehe

Tak terasa, sudah 3 bulan lebih kami menjalani rutinitas kerjaan bareng-bareng. Datang ke tempat kerja bukan lagi jadi beban, semua jadi menyenangkan karena mereka. Dengar musik sambil ngetik, bergosip, curhat-curhatan, ngabsen guru, ngitung gaji guru...itu semua jadi kegiatan kami di sekolah. Sekarang, kami bertiga cukup dekat...dan kedekatan ini terjalin karena kami sama-sama di ikat oleh sebuah hobi yang cukup familiar koq buat semua orang di dunia...kami suka nonton .....FILM KOREA....^_^

We Never been Alone Because We Are Korea Lover  ^_^

Cerpen : Looking for him...


Pagi yang cerah, burung-burung berkicau dengan riang, seakan-akan mewakili perasaanku saat ini. Ya, Aku sangat senang. Hari ini adalah hari kepulanganku kembali ke Bandung. Aku sudah tak sabar ingin bertemu kembali dengan sahabat masa kecilku. Vito… sahabatku yang telah berpisah denganku sejak 10 tahun yang lalu

“ Udah, Pia kamu jangan nangis ya?”

“ Kita-kan masih bisa telpon-telponan kalo kamu udah nyampe di Jakara !” Kata Vito kecil seraya mengusap air mata yang membasahi pipiku dengan tangan kecilnya. Entah mengapa saat itu aku merasa tenang.

“ Pia sedih karena kita akan berpisah, hiks.. hiks… Nanti siapa yang bakal ngejagain Pia kalo ada anak jahil yang ganggu Pia.“ Kataku sambil terisak-isak

“ Vito juga gak senang kalo harus jauh dari Pia. Pia sahabatku yang paling kusayang.” Katanya sambil terus menghiburku. Berharap aku segera menghentikan tangisanku. “Boneka ini yang akan menggantikan Aku menjaga Pia disana, Jangan nangis ya?”

Sebuah boneka beruang coklat diserahkan kepangkuannku. Pita merah melingkar dileher boneka itu. Teddy.. Boneka yang Lucu. Aku langsung memeluk boneka itu dengan erat. Tangisanku terhenti seketika.

“Pia akan selalu membawa boneka ini kemanapun Pia pergi. Makasih ya Vito.”

Disaat yang bersamaan mama dan mamanya Vito datang menghampiri kami. “Pia, ayuh nak! Waktunya berangkat !” mama memanggilku. Saatnya berpisah dengan Vito.

“T..tapi ma, Pia nggak mau. Vito ikut aja ya dengan kita ke Jakarta?” Rengekan yang kuharap dikabulkan oleh mama. Kutarik-tarik tangan mama.

“Nggak bisa sayang, Vito punya keluarga disini.”

“Nanti Vito pasti akan sering hubungin Pia, Iya-kan Vito?” Bujuk mama lalu berbalik ke arah Vito menunggu jawaban Vito. Vito yang sejak tadi berdiri di belakang mama segera mengiyakan permintaan mama. ”Itu pasti tante!”

Papa Telah selesai menyiapkan mobil. Mama pamit pada keluarga Vito. Aku sudah tak sanggup lagi menahan air mata. Aku merasa seperti dua orang dewasa yang akan berpisah ribuan tahu, padahal waktu umur kami baru 7 tahun. Sebuah kecupan manis mendarat di pipiku mengantar kepergianku. Mobil-pun perlahan-lahan bergerak menjauh. Meninggalkan kampung halamanku, kenangan… dan meninggalkan sosok yang selama ini membuatku selalu tersenyum…

“Tok..tok..tok…!!!”

Terdengar suara ketukan dari pintu kamarku kemudian perlahan-lahan pintu terbuka . Dari balik pintu mama terlihat tersenyum.

“Lho… kok belum siap-siap. Kamu berangkat jam berapa sayang?” Suara mama membuyarkan lamunanku. Menghentikan putaran memori yang menari-nari kembali karena rasa rindu yang amat mendalam akan kenangan itu.

“Bentar lagi ma. Pia udah nyiapin semuanya kok!!” Kataku sambil menyeka sisa-sisa butiran air yang tak sengaja menetes dan menempel dipipiku.

“M..mama pasti akan sangat merindukanmu, sayang?!”

“Oia, Jadi kamu tinggal nge-kos? Kenapa kamu nggak tinggal dirumah Tente Fira aja sih, mama khawatir sama kamu?”

Beberapa hari yang lalu tante Fira, teman mama di Bandung, menelpon mama dan menawarkan tempat tinggal buat aku. Tapi aku bilang sama mama untuk tinggal sendiri saja. Aku nggak mau ngerepotin orang lain. Aku Cuma minta tolong buat dicarikan tempat kos yang bagus yang dekat dengan sekolah baruku nanti. Tante Fira sudah berbaik hati mencarikannya untukku.

“Udah, mama gak usah ngawatirin Pia. Pia kan udah gede, Pia pasti bisa jaga diri”
Mudah-mudahan kata2ku itu bisa sedikit mengibur dan melegakan hati mama yang terlihat begitu sedih akan ditinggal putri semata wayangnya ini.

Dalam hati terbersit rasa bersalah. Sebenarnya aku gak tega ninggalin mama, tapi keinginan untuk bertemu Vito kembali begitu kuat, mengalahkan segalanya. Akhirnya dengan berat hati mama melepas kepergianku.

“ Pia berangkat ya, Ma !” Kataku seraya memeluk mama tercinta. Mama menitikkan air mata. Berat melepas kepergianku.

“ Hati- hati Pia. Jaga diri baik- baik.” Pesan mama sebelum aku menaiki kendaraan yang akan mengangkutku ke Bandung. Aku diantar mang Maman supir Pribadi keluarga kami. Supir yang sudah mengabdi di keluarga kami sejak kami pindah ke Jakarta beberapa tahun silam.

Aku berangkat dengan perasaan sedih sekaligus senang. Sedih ninggalin mama tercinta, tetapi senang karena membayangkan akan bertemu dengan Vito-ku kembali.


Kini aku sudah berada di Bandung. Aku tinggal di tempat kos putri yang jaraknya tidak jauh dari SMU-ku. Cukup naik bis 5 menit dan sampailah aku di SMU Bina Mulya. Tante Fira memang pintar mencari hunian nyaman buat aku. Thankz tante. Disana aku betah karena penghuni kos semuanya ramah- ramah.

Aku sekamar dengan May yang juga satu SMU dengan aku. Kamarnya cukup luas buat dihuni kami berdua. May sudah menghuni kamar ini lebih dulu. Cewek manis berambut hitam dan berkacamata itu sudah tinggal sebulan lebih. Belakangan kutahu dia ternyata orang Bandung asli. Semua keluarganya ternyata ada di kota yang sama,Bandung. Hidup sendiri di kos bagian dari usahanya untuk belajar mandiri katanya saat kutanya alasannya tinggal pisah dari ortunya. Dia sangat pintar menata kamar itu. Wallpaper untuk dinding yang dipilihnya sangat pas. Nuansa coklat dan warna- warna pastel membuatku sangat nyaman menghuni kamar yang akan menjadi istanaku buat saat ini dan beberapa bulan kedepan.

Sebenarnya di kos-kosan ini Cuma kami berdua yang masih SMU, yang lain udah pada kuliah, itulah sebabnya ibu kos menempatkan aku di kamar May. Biar lebih akrab dan gampang beradaptasi katanya. Ibu kos-ku, yang ternyata kutahu teman mama juga, baik banget. Pilihan yang tepat menempatkanku di kamar May. She’s nice girl dan I like her.

Hari pertama masuk sekolah sangat menyenangkan, tapi sedikit ada insiden kecil saat aku memasuki gerbang sekolah. Langkah pertamaku yang harusnya indah di kehidupan baru SMU tercemar karena insiden memalukan itu. Aku bertabrakan dengan seorang cowok. Agak aneh sich karena dia ke sekolah dengan skateboard dijaman serba canggih kayak gini. Orang-orang biasanya ke sekolah naik mobil atau motor biar lebih nyaman, eh… dia malah pake papan luncur beroda yang ribet. Saat dia meluncur dengan skateboardnya, tiba- tiba…

“Hey…! Awaaasss ! minggir dong !”

“Woi…ka..muuu!!!” Dia bergerak tak terkendali ke arahku. Belum sempat Aku bereaksi dan…

“Bruuukk!!!!”

Dia menabrak tubuh mungilku. Aku spontan kaget dan terjerembab di tengah lapangan. Setengah sadar kurasa berat seperti tertimpa sesuatu. Cowok itu, terjatuh dan menindih tubuhku. Sejenak mata kamu beradu. Mata bulatnya, mengingatkanku pada seseorang. Rasanya damai walau hanya dengan menatap matanya. Aku seperti terhipnotis. Aku terpesona mengagumi karya tuhan yang di anugrahkan pada cowok itu.

“Eh, S..sorry!!” cowok itu bangkit saat menyadari keadaanku yang kesakitan karena ditindih oleh tubuh atletisnya. Cowok itu mengulurkan tangannya bermaksud untuk membantuku berdiri.

“ Ada yang luka gak?” Katanya lagi.

“Gak apa-apa kok!” Kataku sambil membersihkan kotoran yang menempel di seragamku. Aku merasa sedikit sakit di bagian lutut kananku. Kelihatannya lututku sedikit lecet akibat jatuh tadi.

Cowok itu membantu memungut barang-barangku yang berserakan di lapangan. Dia tertegun sejenak melihat boneka beruangku-pemeberian Vito yang selalu kubawa kemanapun aku pergi- yang ikut jatuh juga sesaat sebelum dia memberikannya padaku. Mungkin dia merasa aneh melihat cewek segede aku masih main boneka. Namun bagiku, itu bukan hanya sekedar boneka biasa. Aku menjaganya lebih dari nyawaku sendiri.

“Mm..Lo anak baru ya disini? Kenalin gue Arvi” Ucapnya lalu mengulurkan tangannya sekali lagi bermaksud untuk berkenalan.

“Gue Pia, baru pindah dari Jakarta.” Kataku

Kusambut uluran tangannya sambil tersenyum. Sejenak cowok itu kembali tertegun memandangku dengan tatapan kaget dan heran.

“Hey…! Hellow?! Kulambaikan tanganku di depan wajahnya sekedar untuk membuyarkan lamunannya yang sedikit membuatku risih. Ada apa dengannya? Tanyaku dalam hati.

Dari arah gerbang May muncul dengan berlari- lari kecil dia menghampiri kami.

“Pia,..Pia…Lo gak apa-apa?”

“Gue minta maaf ya Gak nemenin kamu masuk. Kalo tau gini gue pasti gak nyuruh Lo masuk duluan!” Kata May yang kelihatan sangat panik. Ia sibuk memeriksa tubuhku apa luka atau tidak. Kasihan temanku yang satu ini. Saking paniknya mukanya malah terlihat pucat dari aku padahal yang jatuh disini Aku bukan dia. Tapi malah dia yang terlihat kurang baik.

“Udah May, gue gak apa-apa kok!”kataku sambil terus memandangi Arvi

“Kalo Gitu masuk aja yuukk!!

May menarik tanganku, pergi meninggalkan Arvi yang terpaku di tengah lapangan bersama skateboard yang dipegang di tangan kanannya.


Siang ini udara sangat panas. Aku berjalan sendiri menuju halte bis. Kuseret kakiku selangkah demi selangkah sambil memperhatikan aspal jalan yang terlihat baru. Jalan itu baru diperbaiki 2 hari yang lalu sehingga nampak  masih dalam kondisi baik tanpa bolongan sedikitpun. May hari ini tidak pulang bareng aku karena harus mampir ke Perpustakaan nyari bahan praktek tugas kelompokya. Dalam hati ada sedikit rasa gak enak sih, mesti menyusuri sepanjang jalan di hari pertama masuk sekolah. Apalagi ditambah insiden tadi pagi. EeyyuuuHhh…. Bad bangetttt…..!!!!

“ Hai Pia, sendirian aja. Butuh tumpangan gak?!”

Seorang cowok cakep dengan wajah eksotik dan tubuh atletis berhenti tepat di hadapanku. Cowok yang benar-benar sempurna yang diciptakan tuhan menurutku.

“Eh Arvi, gak usah, rumah gue deket kok. Gue naik bis aja.” Kataku sambil tersenyum. Aku gak mau menyinggung perasaannya karena nolak diantar pake motornya.

“Elo gak mau diantar ma gue ya? Tenang aja, gue gak bakal nyulik elo dech!” Tanpa permisi dia lalu menyerahkan sebuah helm di tanganku.

“T-tapi…” Ujarku

“Udah, naik aja.”

Akhirnya aku ikut juga dengannya


Tak terasa sudah satu bulan aku berada di bandung ini. Selama ini aku tetap berusaha mencari tahu tentang keberadaan Vito yang sudah pindah dari tempat tinggalnya yang dulu. Selama itu pula aku menjalani hari-hari ku yang penuh makna di temani sahabatku May dan……ya..Arvi!

Cowok itu menjelma menjadi sosok yang mirip dengan Vito. Arvi selalu menjaga dan melindungiku kemanapun aku pergi. Perasaanku mau tak mau tidak bisa memungkiri bahwa Aku merasa menemukan sosok Vito dalam diri Arvi. Tapi…Tidak!!! Batinku berontak. Cowok itu bukan Vito, dia Arvi dan gak bakal bisa gantiin Arvi. Aku gak boleh berpaling dari tujuan utamaku datang ke kota ini, Vito kecilku.

Saat lamunanku sedang bergumul antara dua nama itu -Arvi dan vito- Tiba-tiba handphoneku berdering. Ternyata Arvi. Panjang umur nih anak, lagi dipikirin eh orangnya nelpon. Gumamku dalam hati.

“Halo… kenapa Vi?”

“Pi, Lo sibuk gak sekarang?” Tanya Arvi diseberang sana

“Hmm..nggak Vi” Cuma sibuk mikirin kamu…hehe.jawabku ngasal. “Napa emang??”Tanyaku balik

“Jalan yuuk!”

“Oke, jemput gue setengah jam lagi. Bye!”

Kututup telepon dari Arvi. Aku segera bersiap-siap karena bentar lagi Arvi bakal jemput. Jalan ma Arvi ya??Aneh… Kenapa Aku bersemangat sekali mau jalan dengan Arvi.


“Kita mo kemana nih?” Tanyaku saat Arvi baru saja tiba dengan kendaraan kesayangannya.

Si Black panggilan buat tunggangan favoritenya itu. Motor Sport hitam impiannya yang dia dapatkan dari hasil kerja part-time sana sini. Arvi cerita kalo dia langsung jatuh cinta saat melihat motor itu terpajang di showroom motor. Ketika itu dia sedang menemani adiknya memilih-milih motor. Bukannya membantu adiknya, dia malah sibuk bertanya-tanya pada SPG sambil mengamati dengan seksama ke-keren-an si Black. Adiknya yang melihat kakakx sibuk sendiri jadi kesal dan pergi meninggalkan dia.

“Temani gue cari buku yah?”jawabnya sambil menyerahkan helm di tanganku.

“Tumben amat nyari buku Vi?”Tanyaku lagi.

Arvi hanya cengengesan mendengar pertanyaanku itu.

“Let’s go Black! Kita bawa tuan putri jalan-jalan! Arvi menoleh kebelakang sambil tersenyum genit. Wajah ku kurasakan memerah mendengar celetukan Arvi. Untung tak sempat disadari Arvi karena terhalang helm yang kupakai.”Tuan putri?? Hihihi, berarti aku secantik tuan putri dong! Ujarku dalam hati. Virus GR merasuki ku.

Arvi langsung menancap gas motor melaju dan bergabung ke tengah padatnya jalanan kota bandung.

Si Black berhenti tepat di depan toko buku yang cukup terkenal di kota Bandung. Tempatnya cukup luas dan nyaman. Toko ini adalah toko buku terbesar di Bandung ini. Koleksi bukunya cukup beragam dan lengkap. Tidak hanya itu, disini buku-bukunya cukup murah dibanding toko buku lainnya. Kabarnya, pemilik toko ini memang sengaja membangun toko buku ini karena memang dia orang yang sangat cinta akan buku-buku dan ingin agar setiap orang yang punya kecintaan yang sama dengannya dapat dengan mudah memperoleh buku-buku terbaru dengan harga terjangkau tentunya.

“Hey Vi. Pa kabar nih? Lama gak muncul di toko, kira sudah lupa bisnis sendiri??”
Seorang Cowok muda berpakaian kemeja biru muda rapih menyapa Arvi saat mereka berpapasan di pintu toko. Kelihatannya Cowok itu manager toko ini. Arvi terlihat akrab dengannya. Mungkin karena Arvi pelanggan setia toko ini jadi antara konsumen dan pegawai harus terjalin hubungan baik pikirku asal.

“Sekarang sudah berani gandeng cewek nih kayaknya. Sapa tuh? cantik ya pacarmu? Kenalinlah ke aku ?!!” Kata cowok itu lagi sambil melirik ke arahku yang jadi malu saat tak sengaja di kira pacaran ma Arvi.

Kulirik Arvi yang tersenyum santai ke arahku lalu berpaling kembali ke temannya itu. “Bukan Den. Mana mau dia sama gue yang biasa ini.hehehe…. Teman sekolah gue nih. Kenalin !”

Ada sedikit rasa kecewa saat kulihat respon Arvi yang biasa saja saat ditodong pertanyaan temannya itu. Aduh,Ada apa denganku? Memangnya respon yang seperti apa yang memangnya harus di tunjukkan Arvi ? Pikiranku mulai ngayal kemana-mana nih kayaknya.

“Gue deni!”. Cowok itu menyebutkan namanya sambil menyodorkan tangannya ke arahku. “Partner bi…..aduuuh!” kaki deni entah di sengaja atau tidak, terinjak oleh Arvi.

“Sorry…sorry Den! Gak sengaja gue.” Kata Arvi kemudian mengajak Deni sedikit menjauh dari tempatku berpijak.

“Bentar ya Pi !”

Entah apa yang mereka bicarakan berdua. Kucoba mempertajam pendengaranku, tapi nampaknya kuping kecilku ini tak mampu menangkap sinyal suara dari mereka.

Sore ini suasana sangat menyenangkan. Aku dan Arvi sedang duduk di sebuah meja kafe tepat disamping jendela. Kafe kecil yang berada di toko buku yang sama. Tempat tongkrongan Aku, Arvi dan May. Kali ini hanya aku dan Arvi, May tidak ikut dengan kami karena ada urusan keluarga katanya, saat kuhubungi dia tadi.

Setelah berkeliling membantu Arvi mencari-cari buku yang aku sendiri tidak tahu jelas buku apa yang sebenarnya di cari Arvi. Akhirnya pencarian kami berhenti pada sebuah buku Novel Fiksi berjudul Ku Temukan Kamu di Masa Depan penulisnya sangat misterius -Mr. A.V.- Setelah membayarnya di kasir, Arvi lalu menghadiahkan buku itu padaku. Aku heran sekaligus senang karena sebenarnya aku tertarik dengan novel itu dan tadinya aku berencana membeli buku itu. Aku memang hobi membaca novel.

Semangkuk blueberry ice cream lengkap dengan taburan chocochip dan strawberry favoritku sudah sejak tadi kusantap…yummy banget…(^_^). Berbeda denganku, Vanila ice cream tampaknya menjadi pilihan Arvi. Walau aku tidak tahu kalo dia menikmati ice creamx atau tidak.

“Gimana Pi, ice creamnya enak gak?” Kata Arvi mulai buka suara. Memang sejak tadi kami berdua hanya diam, tenggelam dalam fantasi masing-masing.

“Mmm…enak banget Vi…Lo kok tahu gue suka blueberry ice cream. Padahal May aja gak tahu kalo gue suka itu.Thankz ya!?” Kataku sambil terus menikmati kelezatan es krim blueberryku.

“Tahu Lah. Dulu kalo lo nangis, lo baru bisa diam kalo dikasih es krim blueberry. Aneh gak sih lo? anak-anak tu doyannya coklat, strawberry…eh Lo malah blueberry” Kata Arvi dengan santainya.

“Apa?Dulu?”kataku sedikit terkejut

“Seingatku, aku tidak pernah makan es krim ini atau nangis trus minta dibelikan es krim ini sama Arvi deh.”Gumamku dalam hati.

“K-Kamu pernah cerita hal ini ke gue waktu kita lagi makan eskrim di café dekat sekolah,hmm… sama May juga.”

Kelihatannya Arvi bisa menangkap ekspresi bingung yang terlihat jelas di wajah imutku dan buru-buru memberikan konfirmasinya.Tapi kenapa terlihat gugup ya?aneh?

“L..Lo Lupa ya?” Katanya lagi.

“Ah,masa sih? Perasaan gue gak pernah cerita deh?”

Aku bertanya dengan penuh selidik. Arvi diam saja mendengar perkataanku. Ah…sudahlah,mungkin aku memang benar lupa. Kataku dalam hati.

“Pi……….”

“hmm………………….” Kulirik Arvi sejenak

“Sebenarnya gue ngajak lo kesini karena ada yang pengen gue omongin”

Mendadak Arvi menjadi serius . Perlahan-lahan dia meraih tanganku, menggenggamnya dengan lembut. Deg… Jantung berdebar-debar, ada sesuatu yang lain yang kurasakan.

Aku berusaha tenang dan tidak gugup. Semoga saja dia tidak mengetahui perubahan yang terjadi di dalam diriku.

“Pia, sejak pertama gue liat lo…gue ngerasa…gue udah mengenal Lo sejak lama…”

Arvi diam sejenak. “Aduh, apa yang dia mo bilang ya? Apa Arvi mo nembak gue? Aku deg-degan nih.”Ujarku dalam hati

“Gue ngerasa seuatu yang dulu hilang kini kembali lagi kepadaku.
“Gue….Gue….Pia…..Gue….” Belum sempat Arvi melanjutkan perkataannys, tiba-tiba May muncul dari arah pintu.

“Pia………Arvi…………!” May berteriak sambil melambaikan tangannya ke arah kami.

“Udah lama ya, Gue kelewatan gosip apa nih? Sapa may lalu duduk di kursi kosong tepat disampingku.

Aku dan Arvi kaget. Segera kutarik tanganku dari genggaman Arvi. “Semoga May gak ngeliat.”harapku dalam hati

“Lumayan… oiya, lo kok bisa nyangkut kesini, bukannya Lo lagi ada acara keluarga?” Tanyaku sambil menikmati kembali my baby bluberry yang terlihat mencair karna sempat aku cuekin karna Arvi tadi.

“Itu dia… Gue bela-belain nyari Lo kesini ninggalin keluarga gue, ninggalin kebersamaan gue bareng keluarga gue Cuma demi Elo. Karena Gue punya good news buat lo, sayang.” Cerocos May penuh semangat.

“Ini tentang cowok yang lo cari selama ini” Kata May lagi sedikit berbisik padaku

“Ohya?  Berita apa? Cepetan kasih tahu gue dong !!!” Semangatku bangkit menggebu-gebu

“eits..sabar bu……… Udah siap dengernyaa…???” May mencoba membuat ku penasaran.

“Uji kesabaran jangan sekarang yaah…gue penasaran nih?” Kataku sambil memasang wajah memelas.

Dengan perlahan-lahan May mebuka mulut “Mm..Gue…….udah………nemu………..alamat rumah cowok lo ituu.”

Mendengar itu Aku hampir tak percaya.

“Hebat kan gue?” Kata May lagi sambil mengeluarkan secarik kertas berisikan alamat rumah dari balik tas yang sejak tadi dia sembunyikan.

Aku langsung merebut kertas itu dari tangan May. Seperti anak kucing yang menyambar ikan itu dari tangan majikan. Aku Ingin langsung mencari alamat itu, saat ini juga.

Aku sudah tidak sabar ingin menemui Vito. Saking semangatnya, Aku sampai lupa kalo didekat kami ada Arvi juga. Kami…tepatnya Aku, mengabaikan Arvi yang sejak tadi diam menjadi penonton diantara aku dan May. Air mukanya terlihat berbeda. Terlihat murung.

Sebenarnya ada perasaan ingin menanyakan itu pada Arvi. Tapi aku begitu larut dalam kabar bahagia yang dibawa May padaku. Saat ini, prioritas utamaku adalah Vito. Sosok Arvi menyingkir perlahan dari pikiranku….saat ini.

“May…yuk temani gue nyari alamat ini!” Kataku. Kuraih tangan May bergegas pergi dari kafe ini.

“Arvi gue pergi ya, gue telpon nanti malam” pamitku ke Arvi,tentunya dengan tergesa-gesa pula.


Malam terasa dingin. Angin malam yang semilir terasa menusuk tulang dan persendianku. Mataku tak bisa terpejam.

Aku duduk diberanda kamar memandang bintang-bintang yang bersinar terang. Sa..ngat indah. Sayangnya , Indahnya langit malam ini tidak seindah hatiku.

Aku gagal bertemu Vito. Dia dan keluarganya ternyata sudah pindah rumah setahun yang lalu dan tidak ada yang tahu kemana mereka pergi. Masa laluku yang kukira hampir kudapat kini kembali menghilang.Sakit.

Tanganku tergerak meraih hp pink yang tergeletak disampingku. Kupandangi    gantungan HP berbentuk replika es krim bluberry berwarna ungu yang entah kapan sudah menghiasi HPku tanpa kusadari. Ingatanku langsung tertuju pada saat itu, Pada saat menikmati es krim bluberry, pada Arvi….

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan…..

Tiiit….tiiit….tiiit…..

Lagi-lagi aku tidak berhasil menghubungi Arvi. Sejak kejadian di kafe itu aku tidak pernah lagi bisa menemui Arvi. Dia terlihat sengaja menghindar dariku. Aku bingung. Aku sedih. Aku Kesepian. Aku kembali merasa kehilangan…

Entah kenapa kehilangan ku kali ini terasa begitu sakit. Lebih sakit dari rasa sakit yang kualami sebelumnya.

“Hey….Pia…” May muncul membuyarkan lamunanku.

“Aku boleh ngomong sesuatu gak?” Tanya may

Aku mengangguk lemah.

“Cewek katanya diciptakan dengan perasaan yang penuh kepekaan dan sangat sensitif. Tapi…tau gak sih….kadang kita ini bisa terlalu bodoh dan menjadi buta juga.”
May bangkit dari duduknya lalu berdiri ketepi balkon.

“Kita kadang ditipu oleh perasaan kita sendiri. Bodoh karena terlalu terpaku dengan bayangan masa lalu yang sengaja kita hidupkan dalam ingatan. Buta karena tidak bisa melihat sesuatu yang indah yang jelas nampak di depan mata. Kita baru menyadari semuanya saat mereka pergi……dan meninggalkan kesakitan dalam hati.”

Aku tertegun mendengar kata-kata yang barusan terucap dari mulut sahabatku itu. Kucerna kata demi kata. Timbul tanya di hati. Apakah May tahu perasaanku saat ini?

“Sabar  zay…biarkan waktu yang menuntun kamu ke takdirmu….semangat!!! May tersenyum sambil mengangkat tangannya yang dikepal, menegaskan semangat yang diteriakkannya padaku.

Aku beruntung karena saat sekarang aku punya May yang mengerti aku dengan baik. Dia begitu setia menuntunku dari awal memulai hidup di kota ini sampai detik ini tanpa terlihat bosan sedikitpun.

Keheningan malam kembali mengajak lamunanku berpetualang mengabaikan tubuhku yang sesungguhnya lelah namun tak tenang untuk berehat. Mata ikut berkomplot dan enggan berkompromi denganku hingga dia tidak ingin melelapkan dirinya malam ini.

“Vi...........kamu………dimana?? A..aku…kaangen…ka..mu…”bisikku dalam hati.


Sudah lebih sebulan aku tidak mendengar kabar beritanya. Arvi tidak pernah terlihat lagi di sekolah. Sedih semakin kurasa saat kutahu dia akan pindah ke luar kota.

Aku hampir gila mencari Arvi. Ditelpon tak bisa. Mau cari kerumahnya, tapi…Ah, bodohnya aku yang sekian lama berteman namun ternyata tak sadar kalau aku tak tahu dimana rumah Arvi.

Saat ini, di kepalaku cuma ada Arvi. Tak ada ruang untuk vito lagi. Aku tak pernah berniat mencari-cari Vito. Yang kuinginkan saat ini hanya Arvi.

“Pia…Lagi ngapain?”

May menghampiriku yang bengong sendiri di kantin. Bahkan aku tak sadar kalo bel masuk sudah berbunyi dan saat ini kantin sudah kosong karena anak-anak yang lain sudah masuk kelas.

“Gue punya kabar baru tentang Vito lo nih” katanya dengan semangat lalu mengambil posisi di samping tempat duduk ku

“Oh..ya…” sahutku lesu

“Lho kok gitu sih responnya. Bukannya ini yang lo tunggu-tunggu??”

“Entahlah, gue juga gak tahu May…gue bingung…” Kataku sambil mengetuk-ngetuk meja dengan pulpen yang ku pegang. Aku sudah tidak tertarik lagi.

“Ya udah gak apa-apa. Lo mau-kan ketemu dia?

“Gue tunggu Lo di Café biasa jam 4 sore. Kamu harus datang, gue jamin Lo bakal senang. Yuk masuk kelas!”

Tanpa menunggu jawabanku May lalu menarikku ke kelas. Sekilas ku lihat bu idah-ibu kantin- menggeleng-geleng sambil tersenyum melihat ku yang terlihat tampak pasrah ditarik dengan terpaksa oleh sahabatnya sendiri.


Sore itu, dikafe book store yang selalu ramai pengunjung. Kafe favorit Kami. Aku duduk sendiri di tempat yang sama yang aku tempati waktu itu dengan Arvi. Dimana aku bertemu Arvi untuk terakhir kali.
Seharusnya aku tidak duduk disini. Diantara puluhan spot di tempat ini, Tanpa sadar  kakiku membawaku duduk ditempat ini lagi. Meja yang sama. Kursi yang sama. Jendela yang sama dan bahkan waitress yang sama dengan waktu itu. Uhhk…sesak kurasa didada.

“Aduh…kenapa May lama sekali. Aku semakin tidak tahan disini. Ingin cepat pergi.” Gumamku cemas. Berkali-kali kulirik Aarloji ditangan. Arloji berhiaskan boneka beruang kecil pemberian Arvi……

“Lo tutup mata ya? Gue punya sesuatu buat Lo” Pinta Arvi waktu itu. Kulihat dia menyembunyikan sesuatu dibalik badannya. Kucoba mengintip namun dia berusaha dengan baik menjaganya agar tak terlihat olehku.

“Apa sih, oke gue tutup” aku menyerah. Kututup mataku sambil membayangkan apa yang akan diberikan Arvi.

“Jangan ngintip ya?

Aku mengangguk sambil tersenyum

“Ulurkan tanganmu!” kata Arvi kemudian.

Kurasakan sesuatu dipasangkan ke pergelangan tanganku. Setelah benda itu melingkar erat, Arvi menyuruhku membuka mata.

Perlahan kubuka mata. Kudapati sebuah jam tangan silver lucu berhiaskan boneka beruang yang imut. Aku langsung jatuh cinta dengan jam tangan itu. Senangnya aku saat itu yang menerima hadiah lucu dari Arvi. Sampai sekarang jam itu selalu menemaniku kemanapun aku pergi sepeti halnya boneka beruang pemberian Vito.

“Pia…”

Terdengar sesorang menyapaku. Membuyarkan ingatanku pada jam tangan Arvi. Aku menoleh kebelakang. Betapa kagetnya aku saat kulihat ada seseorang yang tersenyum ke arahku di samping May.Dia………

“ Pia, apa kabar? Kenalin …gue…ehm, Vito.” Kata cowok itu

Aku terdiam kaget

“ May…Dia…?” kupandangi may meminta penjelasan.

“ Iya Pia, Dia itu Vito.”

“L..Lo-kan….Lo Arvi kan, tolong jangan bercanda.” kataku terbata-bata

Betapa kagetnya Aku. Aku tidak tahu harus berkata apalagi. Ternyata orang yang selama ini kucari…kini dia ada di dihadapanku…Dia selalu dekat denganku…ternyata….Vito itu adalah Arvi.

“ Maafin gue Pi. Selama ini gue ngebohongin Lo. G..gue….gak jujur sama Lo”

“Sejak kapan Lo tahu?” Tanyaku dengan kecewa. Aku merasa telah ditipu olehnya. Aku hampir gila karena mencarinya. Saat aku setengah mati mencarinya keman-mana, orang yang aku cari ternyata ada di dekatku.

“Saat gue ngeliat Lo dan boneka beruang itu di lapangan waktu itu, gue langsung ingat dengan Pia kecilku. Sejak saat itu gue mulai cari tahu tentang lo. “ Arvi menatapku lekat-lekat.

“Gue berharap saat itu kalo Lo adalah Pia. Dan Elo ternyata memang Pia gue yang gue kenal dulu…maafin gue membuatmu tersiksa terlalu lama” katanya lagi.

Hatiku bergejolak. Seperti ada bom yang siap meledak. Memenuhi ruang di dadaku. Aku tak bisa menahannya lebih lama lagi. Pertahananku hampir jebol. Aku langsung berhambur kepelukannya. Kusadari ada kristal bening yang menjalar dipipiku. Hangat. Aku menangis dipelukannya.

Dengan tangannya yang hangat, menenangkanku dari tangisan ini. Kurasakan masih seperti dulu. Meleburkan kepiluan yang membeku di hati. Menenangkanku yang terisak-isak di dekapnya.

“T..tapi kenapa , L..Lo gak bilang ..d..dari dulu kalo Lo…...V..Vito? Malah pergi meninggalkanku sendiri.” Kataku dengan terisak-isak tanpa melepas pelukanku pada Arvi

“Maafin gue..sebenarnya waktu di kafe itu gue mau buat pengakuan, tapi….” Arvi diam.

Sebelum sempat Arvi membuka suara lagi. May yanng sejak tadi diam diantara kami memberikan penjelasan.

“Tapi, si bodoh ini mengurungkan niatnya. Dia kecewa karena mengira Lo udah punya cowok Pi. Dia patah hati melihat kamu yang begitu bersemangat mengejar cowok, yang ternyata cowok itu adalah dia sendiri.”

Kulepas pelukanku pada Arvi lalu menghampiri sahabatku itu. Ada perasaan geli mendengar cerita May barusan. Ternyata kami berdua memang bodoh sehingga takdir berhasil mempermainkan kami sebelum akhirnya menyerah dan mempertemukan kami kembali dengan cara yang indah lewat bantuan malaikat penolong kami.May.

“Gue sadar kalo Arvi itu Vito saat liat foto di dompetnya Arvi. Foto anak cowok dan anak cewek. foto yang sama dengan foto yang kulihat berbingkai di kamar kita. punya Lo. Setelah ku tanya, akhirnya Arvi cerita semuanya sama gue.”Jelas May panjang lebar.

Aku tersenyum memandang May. May…U R my everything..Bezt of the beztfren. Kupeluk sahabatku yang baik hati ini dengan senang.

“Tahu gak kalo selama ini, gue selalu berusaha mencari-cari kamu Pia.”kata Arvi tenang

“Kamu tahu café ini?”Tanya may padaku.

“Toko buku dan Kafe ini dibuat khusus dengan harapan suatu saat ada seorang cewek yang bernama Pia datang kesini.”Jelas May sambil melirik padaku

“Ingat gak permohonanmu waktu kita kecil dulu?” tanya Arvi

Permohonan...... Astaga…..

“Vito, kalo kita sudah besar, aku mau punya toko buku sendiri terus di dalamnya aku mau kasih kafe kecil, biar nanti aku bisa baca buku sambil makan eskrim bluberry. Kamu bantuin aku ya?”Pintaku 10 tahun yang lalu saat Aku dan Vito sedang mencari buku bersama-sama.

“Kita buat sama-sama ya? Kamu mau kasih nama apa?” Saat itu Vito mengiyakan permintaan konyolku. Permintaan bodoh khayalan masa kanak-kanak.

“biar keren, namanya –Vi n Pi Mine- aja, artinya punya Vito dan Pia…hehehe” Jawabku

Aku bergegas keluar café itu. Aku terpaku di depan café saat Ku Baca nama Café…

“Vi…eN……Pi…Mine…café” ku eja satu persatu

Aku hampir tak percaya. “Vi…Toko dan Kafe ini ……punyaaa…..”

“Jadi…Kita…ehm…maksudku…..M..mau gak kamu aku jagain selamanya?”

Arvi alias Vito meraih tanganku dan menggenggamnya erat. Tangan ini…tangan ini sudah kudapatkan kembali. Aku gak akan pernah melepaskannya lagi.Tak akan kubiarkan dia pergi .

Tanpa ragu-ragu aku mengangguk. Arvi tersenyum bahagia dan kemudian merangkulku erat. Akhirnya apa yang kucari telah kutemukan.