Selasa, 28 Mei 2013

Sekilas Cerita dari Balik Ujian Nasional

Pengumuman kelulusan telah berlalu.....tak terasa ujian nasional telah lewat dan pengumumanpun kini menyusul....walau semua telah berlalu tetapi kenangan masa itu tdk bakal bisa terlupakan.Aku mau cerita sedikit nih....

Ternyata mengurus anak2 yang ujian tuh cukup melelahkan. Banyak hal telah terjadi selama 2 minggu itu. Mulai dari persiapan data anak yang mo ikut ujian, ngurus nilainya mereka, prepare ruangan ujian, sampe ngecek soal di polsek yang ramenya minta ampun. Oia, waktu itu Bu Miss (#Thaty_Unyu) dan aku menemani pak KepsekQ -Pak Samson- mengecek ketersediaan soal UN, seperti yg diberitakan di Tipi-Tipi, banyak soal UN yang jatuhnya tdk legkap. Kebetulan ini kali pertama aku dan temanku itu mengurus2 hal begituan. Di TKP pasang muka PD, sok Kul, pura2 ngerti padahal dalamnya bingung banget..hehehe. Asli, tak ada satupun wajah yang familiar buat kami (maklum, yg datang memang kepsek2 dr sekolah di kabupaten tempatku tinggal) dan krn aku dan Bu Miss kurang gaul, jadilah kami dua batangkara disana.... Saat pengecekan soal hampir tiba, pak kepsekQ pergi entah kemana dan tentunya beliau memandatkan urusan ini pada kami yang amatiran ini. Berbekal ke-PD-an dan jurus SKSD, mandatpun terlaksana dengan baik. Soal UN sekolah kami = AMAN... ^_^

Tiba hari H, menit-menit pertama tak ada yang istimewa. Datang ke sekolah lebih awal, menyiapkn adminitrasi ujian, kasi sedikit motivasi ala mario teguh ke anak2 biar mereka tidak terlalu stress,lalu menyiapkan cemilan buat guru pengawas. Sangat biasa.

Menit-menit terakhir angin segar mulai bertiup sepoi-sepoi...pemandangan menarik muncul dari arah gerbang sekolah. Muka kami yang sejak tadi lesu tiba-tiba cerah karena DIA. Seorang anggotaa polisi yang terlihat masih muda ternyata ikut mengamankan jalannya UN di sekolah kami. Bu Miss langsung bercelutuk " Akhirnya...pemandangan bagus datang juga. Cakep lho..!!!. Sambil tersenyum riang dia melirikku dan Risma. Seperti di komando saya dan Risma berdiri berbarengan dan melongo ke pintu. Senyum merekah dari bibir sahabatku itu. Alamat UN kedepan bakal menyenangkan deh...pikirku dalam hati.

Menunggu dan mengamati sang Pak Pol muda menjadi rutinitas tambahan kami selama UN tahun ini (walau dari kejauhan sih). Rasa malu pada semut merah yang berbaris di dinding kadang muncul. Untung saja semutnya urung nanya macam-macam kayak lagu legendaris "Kisah Kasih Di Sekolah"

DiaryQ

Sedih rasanya kalo kita ngerjain sesuatu dengan sungguh-sungguh tapi orang lain malah mencelanya habis-habisan. Lebih nyakitin lagi kalo itu dilakukan sama sodara sendiri. Childish memang, kalo hanya gara-gara masakan di kritik oleh zista yang baru umur belasan dan belum paham betul bagaimana caranya menghargai karya orang lain membuat emosiku naik turun.

Tak terlintas sedikitpun dalam benakku, masakan yang kubuat sepenuh hati ( walaupun Cuma telur goreng orak-arik plus tumis tempe dan sayuran ) baru aja nyampe di mulutnya langsung dimuntahkan begitu saja di depan mataku. Saat kutanyakan apa ada sesuatu yang salah pada makanannya, dia memprotes habis-habisan makanan itu tepat di depan sepupuQ yang kebetulan malam itu nginap di rumah dan menikmati hidangan yang sama. Kulirik dia yang sejak tadi diam mengunyah nasi yang ada di mulutnya, tak berapa lama kemudian kutangkap senyuman aneh tersungging di bibirnya. Senyuman yang seakan-akan mencoba membenarkan apa yang ade’Q itu lakukan. Senyuman yang menyiratkan sesuatu yang salah telah terkontaminasi pada makananku. Buru-buru kucicip makanan yang jadi sumber kekacauan itu. Perlahan-lahan kumencari keanehan apa yang tersimpan di dalamnya. Namun, sampe kunyahan terakhir Qrasa semuanya normal tak ada yang salah. Menurutku semua pas. Tapi kenapa respon mereka berdua tak seperti apa yang kurasakan? Hal ini sangat melukai harga diri dan perasaanku. Kucoba meyakinkan mereka bahwa makanan itu layak untuk di makan, tapi tak berhasil.

Akhirnya ku memutuskan untuk mengalah dan menyuruh mereka untuk tak usah memakan itu semua, karena tak ada bahan lain, kusuruh mereka membuat mie dan telur sendiri sebagai ganti makan malam mereka. Tapi mereka menolak dan memilih untuk tidak makan dengan alasan mereka kenyang. Hal ini membuatku bingung, marah dan merasa bersalah. Tidak tahu harus berbuat apa. Rasa tanggung jawab yang ingin coba ku lakukan malam itu gagal total.

Jujur saja, kelakuan mereka membuatku drop. Kritikan pertama yang sangat menyakitkan yang pernah kuterima dalam urusan kuliner ini membuatku jadi malas untuk membuat sesuatu lagi buat mereka. Ada perasaan takut hal yang sama terulang lagi nanti. PD ku memudar untuk urusan masak-memasak.