Selasa, 06 Agustus 2013

CERPENKU : BUNGA

Bunga…Aku bertemu dia setahun yang lalu. Tepat di tempat ini. Diwaktu seperti ini. Cerah.

Saat itu musim bunga…
Taman yang indah. Aku bahkan tak pernah tahu alasanku ada di taman bunga saat itu. Tempat yang paling anti kudatangi seumur hidupku, seingatku. Yang aku tahu, aku terpaku berjam-jam di tempat itu, karena seorang gadis.

Saat itu musim bunga…
Aku melangkahkan kaki menyusuri papping block abu-abu yang membelah hamparan rumput di taman itu. Membentang bagai jembatan di atas lautan bunga. Ketika mataku menangkap seorang gadis. Gadis manis berbaju merah muda. Berlarian ditengah taman. Diantara bunga-bunga yang mekar. Seperti anak kecil yang sedang bermain kejar-kejaran tanpa ada seorangpun yang mengejarnya. Berputar-putar mengelilingi bunga-bunga di sekitarnya sambil tersenyum. Rambutnya yang lurus terurai, melambai-lambai di hempas angin. Aneh, pikirku. Seakan tanpa beban dia terlihat menikmati pemandangan yang terjejal indah di depannya, sangat polos. Seakaan seisi dunia di rasa seindah taman bunga itu.

Saat itu musim bunga…
Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh menjalar kesekujur tubuhku. Tawa itu. Jantunngku berdegup tak karuan. Sistem syarafku kacau. Akal sehatku menjauh, digantikan pikiran-pikiran fiksi yang melahirkan fatamorgana dan menari-nari di benakku. Seirama dengan rok gadis yang meliuk-liuk diterpa angin. Indah. Bahkan lebih indah dari bunga yang mengelilingi Gadis itu. Aku terhipnotis.

“ Hai…!”

Aku tersentak. Lamunanku terpencar seketika. Samar-samar kulihat bayangan, makin lama makin jelas. Tepat didepanku. Ah..Gadis itu kini dihadapanku tersenyum manis, sangat nyata.

“Hai…hmm… kamu pasti suka bunga, sejak tadi aku melihatmu mematung disini?” Tanyanya. Gadis itu ternyata memperhatikanku, entah sejak kapan.

“Ah…eh…anu..hmm…iya…eh..tidak ! Aku Cuma lewat “ Jawabku. Kupalingkan wajahku ke bawah, Aduh, Ada apa denganku? Kikuk karena seorang gadis…biasa. Apa? Gadis biasa? Tidak, dia bukan sekedar gadis biasa. Dia lebih dari biasa.

“Bunga…Bunga matahari.Kamu? Tanpa aku minta, dia menyebutkan namanya sembari menyodorkan tangannya padaku.

“Aku Dewa..Dewa Matahari.” Kataku mantap. Kuraih uluran tangannya.

“Matahari? Wah, kita sama ya…sama-sama matahari, aku bunganya kamu mataharinya. Kita pasti bisa jadi teman yang cocok. “Katanya sambil tersenyum.

Sejak pertemuan itu, kami menjadi dekat. Kedekatan ini terjalin tanpa aku sadari dan aku sangat menikmatinya. Mungkin karena dia Bunga yang indah, terselip diantara gelapnya dunia. Keindahannya mampu membuat matahari selalu tersenyum cerah dan membuatku ingin bersing dengan matahari-matahari lain untuk melindungi dan menjaga keindahannya.

Suatu hari di musim bunga…
Kudapati bunga berdiri di depan rumahku. Di bawah lebatnya guyuran hujan. Diam, mematung. Bergegas kuhampiri Bunga tanpa mempedulikan apapun disekitarku. Motor butut kesayanganku, satu-satunya peninggalan ayahku pun terpaksa aku telantarkan di pinggir jalan demi menghampiri Bunga dengan cepat. Tak ada payung yang kupegang, Jaket yang kukenakan segera kulepas dan kupakai sebagai pengganti payung, walau percuma, dia tetap basah. Bibirnya membiru. Aku tak bisa mengira, entah sudah berapa lama dia berdiri disitu. Aku menyesal, terlambat sampai dirumah saat itu.

Di ruang tamu. Lama dia mematung, dengan tatapan sayu, memegang cangkir air hangat yang ku beri tanpa sedikitpun dia meminumnya. Tik…tok…tik…tok…detik berlalu. Dia masih saja diam tanpa kata. Berbagai pertanyaan muncul dia kepala. Kenapa ? Ada apa dengannya? Bunga yang kulihat di hadapanku terliht lusuh, Layu, tak mekar seperti biasa. Aku takut. Aku sedih. Aku tergetar melihatnya seperti itu. Tak seperti biasa.

“Dia pergi…”katanya lirih
Suaranya memecah kesunyian setelah sekian lama terkurung dalam kebisuan. Dia mulai membuka mulutnya. Aku menunggu..menunggu kata selanjutnya yang meluncur di bibirnya.

“Dia telah pergi…Ri. Hiks…hiks…hiks…”
Isakan tanginya mulai terdengar di sela-sela gemuruh hujan.
“Siapa yang kamu maksud bunga?” Kucoba bertanya. Pelan.
“Matahariku telah pergi ninggalin aku Ri…aku…aku…sendirian…huu..hu…huu….!”

Tangisnya pecah. Buliran air mata di pipinya mengucur deras. Aku bingung. Siapa yang dia maksud. Pemandangan ini membuat dadaku sesak. Gemuruh hati ini terasa jelas kurasakan, lebih dari gemuruh hujan di atap genteng. Rasanya sunggu mengiris hata. Sakit.

Tangisnya makin lama makin kencang. Tak tega, kupeluk dia. Kubenamkan wajahnya dalam dekapannku. Berharap kepedihan yang dia rasakan segera menghilang. Aku tak tahan melihatnya begini.

“Tenanglah bunga. Aku akan menjadi pengganti mataharimu mulai saat ini, besok dan seterunya. Aku janji !” Ucapku padanya. Aku tak main-main. Ini janjiku.  Janji sang matahari untuk selalu menyinari si bunga walau musim terus berganti.


Hari ini, musim bunga…
Tak banyak yang berubah, taman ini masih tetap sama. Kembang warna-warni. terhampar luas dikaki cakrawala, memenuhi setiap inci taman ini. Paping block abu-abu, masih setia menjadi jembatan perlintasan disana, menanti manusia-manusia kota menyusuri setapak demi setapak permadani kecil yang berlumut dari ujung ke ujung tempat ini, walau hanya sekedar lewat atau mereka benar-benar ingin menikmati musim bunga di taman ini, dia tak peduli.
Hari ini musim bunga...
Walau tak banyak berubah, bagiku semua beda…

Dear matahariku,
Terimakasih atas semua sinar yang kamu berikan tulus untuk bunga yang sederhana dan tak indah ini. 5 tahun… bersusah payah menyinariku agar tetap segar.tidak layu.

Bagiku, kamu adalah Dewa matahari yang tuhan kirim buatku, tak lelah bersinar walau saat dunia tak bersahabat padaku, sinarmu menjadi penerang jalanku

Tapi…

Maafkan aku,,,semakin kuat sinarmu padaku, aku merasa semakin layu, aneh..bukan karena aku tak menginginkannya. Sinarmu yang menyengat membuatku menjadi terbakar… oleh perasaan gelisah dan bersalah. Memanfaatkan kebaikanmu untuk kenyamananku sungguh menyiksaku.

Carilah bunga yang baru yang lebih pantas mendapat cahayamu. Akupun akan segera menemukan matahariku kembali. Kita akhiri sampai disni. Aku harap kamu bahagia.

Jangan mencoba mencariku karena aku tak ingin kamu temukan.

Salam hangat

Bunga

Kupandangi selembar kertas terakhir yang dikirim bunga padaku sebagai pesan perpisahan.Aku tak tahu mengapa. Yang aku tahu, Dia meninggalkanku.
Tinggallah aku, sang matahari yang dikhianati  bunganya sendiri…

Saat ini musim bunga…
Tanpa bunga dihatiku….














Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan numpang coret bagi syapa sj yang berminat yaa...sebaris ketikan komen kamu sangat berarti besar buat motivasi blog baru ini..(o_o)v